Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/99

Halaman ini tervalidasi

 3. Harta kaum dapat dibedakan jaitu antara Harta Pusaka Tinggi, Harta Pusaka Rendah dan Harta Pentjaharian. Harta Pusaka Tinggi ialah harta jang turun temurun dari beberapa generasi. Sedangkan Harta Pusaka Rendah adalah jang turun dari satu generasi. Dan Harta Pentjaharian adalah harta jang diperoleh dengan melalui pembelian atau taruko dan lain2, Sematinja sipemilik, harta pentjaharian itu djatuh kepada djurainja sebagai harta pusaka rendah.

 Disamping itu kita kenal adanja harta lain jang dinamakan Harta Suarang, jaitu keseluruhan harta benda jang diperdapat setjara bersama2 oleh suami isteri selama masa perkawinan, jang diketjualikan daripadanja segala harta pembawaan suami dan segala harta tepatan isteri jang telah ada sebelum dilangsungkan perkawinan itu. Dikenal pula sebutan jang lain untuk harta suarang ini, jaitu: 1. Harta Pasuarangan, 2. Harta Basarikatan, 3. Harta kaduo-duo, atau 4. Harta Salamo Baturutan.

 Djadi djelaslah, harta pentjaharian adalah berlainan dengan harta suarang, tidak dapat ditjampur adukkan, sedangkan praktek peradilan sendiri sampai tahun 1930 untuk harta suarang masih menamakan harta pentjaharian. Barulah semendjak tahun berikutnja sampai sekarang baik Landraad maupun Raad van Justitie dan Pengadilan Negeri dengan tegas membedakan antara harta pentjaharian disatu pihak dan harta suarang dipihak lain.

 4. Anggota kaum terdiri dari seluruh kemenakan. Kemenakan ini adalah ahli waris. Ahli waris ini menurut hukum adat Minangkabau dapat dibedakan antara waris bertali darah dan waris bertali adat

 Waris bertali darah adalah ahli waris kandung. Selama bertali darah masih ada, belumlah berhak waris bertali adat. Waris bertali darah sendiri dapat dibedakan lagi, jaitu: Waris satampok, waris sadjangka dan saheto. Selama waris bertali darah jang satampok masih ada belumlah berhak lagi waris jang bertali darah sadjangka, apalagi waris bertali darah jang satampok tidak ada lagi. Terachir waris jang bertali darah saheto barulah berhak mewarisi, kalau waris bertali darah jang satampok dan sadjangka tidak ada lagi.

 Apabila waris jang bertali darah jang satampok, sadjangka, saheto tidak ada lagi barulah berhak waris bertali adat. Waris bertali adat ini dihampir tiap2 nagari nama dan artinja berlainan seperti bunji pepatah : “Lain lubuk, lain ikannja, lain padang, lain belalangnja.” Sehingga waris bertali adat ini dalam Jurisprudensi dapat dibedakan sebagai berikut :

85