Halaman:Menjelang Alam Pancasila.pdf/39

Halaman ini tervalidasi

didunia ini akan kembali. Tentang pulangnja „apa jang disebut hidup” itu biasanja olehnja ditafsirkan : telah terhindar dari segala bajangan, visioen ataupun fantasi keduniawian sehingga dalam „alam asal mulanja” itu tidak ada barang sesuatupun jang kelihatan ketjuali terang benderang jang tiada berpangkal. Oleh karenanja, maka ia-pun sadar pula bahwa „apa jang disebut hidup” itu tetap hidup dan tiada pernah mati. Hal ini dapatlah kita ketahui dari sesuatu term dalam bahasa daerah ( Djawa ) jang berbunji : Ja Ingsun Kang Agung Kang Kuwasa, Langgeng Urip tan kenaning mati. Dengan keadaan badan, fikiran dan djiwa sedemikian ini, ia tidak lagi disebut „dewasa”, melainkan disebut „tua”. Achirnja riwajatnja didunia akan berhenti djuga dan kembalilah segala sesuatu jang ada pada tubuhnja ke-asal mulanja. Inilah jang olehnja disebut Ketuhanan Jang Maha Esa dengan diberi bermatjam ragam tafsiran serta fantasi menurut tingkat djiwa sipenafsir.

 Sebagai kesimpulan dari pada gambaran diatas jalah bahwa orang jang disebut „hidup sempurna” itu pasti pernah djuga mengindjak tudju alam didunia sebagai berikut :

Alam pertama tjiptaan djiwa baji.
kedua peralihan dari baji ke muda.
ketiga muda.
keempat peralihan dari muda ke dewasa.
kelima dewasa.
keenam peralihan dari dewasa ke tua.
ketudju tua.

 Kesemuanja ini akan berachir dialam baka.

 Demikianlah peneropongan kita terhadap keadaan diri pribadi dan orang tua kita sendiri.

 Kalau sedjarah manusia dari dahulu kala hingga sekarang diteropong djuga setjara peneropongan diatas, maka terdapatlah persesuaian antara pergantian djiwa perseorangan dengan pergantian djiwa manusia umumnja, kearah kesempurnaan. Untuk djelas-

38