Halaman:Mimbar Indonesia Vol 31-32.pdf/8

Halaman ini telah diuji baca

MIMBAR Indonesia

DARUL ISLAM
dan Perdamaian Dunia

Oleh : Djamaludin

DARUL ISLAM AND WORLDPEACE

HE WHO would understand the meaning of Darul Islam in the present days, its ideology and its relation to the Indonesian problem, would be well advised to make difference between modernised Darul Islam and the old, which was created especially in wartime, in contrary to Darul Harbi.

Darul Islam in the new version prepares the way for democracy and worldpeace, for independence and souvereignty of the colonised people.

Two remarks must suffice here : 1. the ideology of Darul Islam is not agressive or intolerable against dissidenties and 2. Darul Islam has its roots in the Qur'an and Hadits and the philosophy of Islam, not in the philosophy of Hobbes, Hume, Montesqieu, Locke, Rousseau and Marx.

The movement of the new styled Darul Islam in Indonesia, significantly enough, made its first gropings toward organized action simultanously with the national revolution.

In the present circumstances, the breaktrough of the Islamic movement in the stronghold of Dutch colonialism is inevitable and and in that struggle the moslem-leaders and the nationalist-leaders play join to achieve independece.

The idea to hold an international Islamic congress proposed by Sjech Abdullah El Maraghi from Cairo is a well thought out plan, worthy to consider, because the Darul Islam ideology in its modern version, must be adapted to and adopted by changing conditions of the world of Islam.

SEDANG mentjari keterangan jang agak memadai dan agak lengkap jang berasal dari fihak Indonesia, tentang pengertian Darul Islam, maka kebetulan sampai ketangan saja, madjallah Indonesia Raja no. 26 tahun kesatu, dalam mana pengarang A. M. Pamuntjak memberikan pendjelasan jang berfaedah tentang soal pengertian Darul Islam, keterangan mana saja kutip dibawah ini seperlunja, sebagai berikut:

„Bahwa sesungguhnja perkataan „Darul Islam” itu tidaklah kita peroleh dalam Quran dan djuga tidak akan ada dalam Hadist jang memakai perkataan itu, apalagi isi jang politis dan ideologis sebagai jang kita pakai sekarang. Perkataan itu hanjalah terdapat pada mulanja didalam kitab-kitab ilmu fiqhi, ilmu jurisprudentie Islam, sewaktu membitjarakan batas-batas hukum djikalau negara Islam menghadapi peperangan dengan negara lainnja. Maka timbullah perkataan „Darul Islam” jang berdamping dengan perkataan „Darul Harbi” jang mendjadi lawannja. Kedua perkataan itu mengandung arti jang bertentangan menurut tata hukum didalam ilmu fiqhi: Darul Islam ialah negara dari kaum Muslimin jang sedang bersedang berperang, sedang Darul Harbi ialah negeri musuh jang sedang mengangkat sendjata terhadap Kaum Muslimin.

Sebab itu didalam kitab-kitab fiqhi, kedua perkataan itu sangat rapat perhubungannja dengan „Babul Djihad” jang mentjeriterakan tentang kewadjiban berdjihad untuk mempertahankan kepentingan negeri. Disamping itu tumbuhlah pula persoalan „ahkamul qitaal” (hukum-hukum peperangan) untuk memberi batas-batas tentang mana dan tjara bagaimana peperangan itu harus dilakukan, begitu djuga soal penghentian permusuhan dan soal-soal perdjandjian.

Mereka (kaum Orientalisten dari Eropah) mengatakan bahwa dengan perkataan „Darul Islam” umat Islam hendak menentang dan memusnahkan orang-orang jang tidak mau memeluk agama Islam atau tidak mau tunduk kepada hukum Negara Islam.

Maka mereka menimbulkan persoalan baru, ialah kontradiksi antara dua perkataan jang berlainan sifatnja dari ilmu Islam diatas. Bukan lagi perkataan-perkataan Darul Islam dan Darul Harbi, jang mereka pertentangkan, jang mengandung pengertian hukum dalam soal ilmu fiqhi sebagai dua probleem peperangan, tetapi mereka menghidupkan pertentangan antara perkataan Darul Islam dan Darul Kufri, jang menggambarkan permusuhan Islam terhadap segala negeri Kafir dan segala orang-orang jang tidak memeluk Islam.

Perkataan Darul Islam didalam ilmu jurisprudentie Islam diubah pengertian dan isinja oleh orang Barat mendjadi gambaran permusuhan umat Islam terhadap orang lainnja.

Inilah peristiwa jang sudah berlaku disekeliling perkataan Darul Islam itu. Momok jang didahsjat-dahsjatkan di Eropah itu dibawa oleh kolonial Belanda dahulu dengan rupa jang lebih ngeri dan dahsjat sehingga hampir seluruh kaum terpeladjar kita jang berdidikan dari Barat dihinggapi oleh demam ketakutan itu. Ada suatu masa Darul Islam itu diadu dombakan dengan faham nasionalisme jang hidup dengan subur tjita-tjitanja ditanah air kita pada waktu itu, sehingga sendjata divide et impera dari kolonial Belanda masuk dengan leluasa memetjah belahkan umat bangsa Indonesia. Didalam keadaan jang sangat sederhana itu Islam jang berdjuang mati-matian dengan ideologi Darul Islam memberikan sumbangan sebesar-besarnja untuk menegakkan kemerdekaan negaranja sebagai jang terbukti didalam perdjalanan revolusi tanah air kita.

Dengan insjaf kita mengetahui bahwa perkataan Darul Islam jang terpakai dinegeri kita sekarang memasuki bentuk jang baru dengan isi dan pengertian jang lain dari pada Darul Islam jang dahulu itu, berlainan dari pengertian Darul Islam menurut istilah dari ilmu jurisprudentie (ilmu fiqhi) diatas jang mengandung faham kontradiksi antara Darul Islam dengan Darul Harbi jang menuruti hukum didalam peperangan dan lain dari pengertiannja Darul Islam menurut terminologi kaum „orientalisten” Eropah jang menghasut-hasut.

Tetapi Darul Islam jang kita maksudkan ialah gambaran dari suatu ideologi jang meliputi seluruh djiwa umat Islam, atau tjita-tjita tentang susunan masjarakat, termasuk didalamnja sosial dan ekonomi dan djuga tata negara jang diredhai oleh Tuhan. Ideologi Darul Islam itu pernah digambarkan dengan menegakkan politik keadilan dan membasmi segala kesewenang-wenangan (iqamatul'adli wamahqus zhulumi). Mendirikan Darul Islam jang seperti itu tidak usah ditjari terlalu djauh daripada negara jang sudah kita miliki sekarang dan bukanlah diluar dari masjarakat bangsa kita. Orang jang menggambarkan Darul Islam itu sebagai suatu negara chajal dan masjarakat utopi jang sangat letaknja hendak merupakan suatu sorga diatas dunia ini. Orang itu sudah kesasar dari adjaran agama Islam jang sebenarnja dan hendak mendahului kehendak Tuhan jang sudah mendjadikan adanja sorga itu diachirat nanti.

Djadi Darul Islam jang diperdjuangkan oleh umat Islam, bukanlah hendak mentjari-tjari pertentangan dengan Darul Harbi dan bukan pula membangkitkan permusuhan terhadap Darul Kufri. Tetapi Darul Islam adalah suatu negara jang bersendikan keadilan jang membasmi segala urat akarnja sifat-sifat kesewenangan-kesewenangan, sifat otokrasi dan fascisme, suatu negara dimana segala warganja hidup rukun dan damai, bebas memeluk agamanja masing-masing dan mengeluarkan pendapatnja.

Agama Islam mengadjarkan bahwa Negara Keadilan itu bentuknja ialah satu „Pemerintahan Rakjat jang bermusjawarah” (hukumatul ummatis sjuriyah), mempunjai sumber undang-undang (usul uttasjri) dan ada pembahagian kekajaan (taqsimul adawatil hukumiyah). Adapun bentuk dan susunan selandjutnja mengikutkan kemadjuan faham ketatanegaraan, asal azas-azasnja dipelihara dan dipraktekkan sebagai jang tersimpul didalam sabda Nabi : „Kamu lebih mengetahui dengan urusan-urusan duniamu”. Sekianlah pendjelasan A.M. Pamuntjak dalam „Indonesia Raja”.

DENGAN RINGKAS boleh didjelaskan, bahwa darul Islam itu adalah bertjita-tjita demokrasi, jang tidak

5