Halaman:Mohamed Ali Pacha.pdf/106

Halaman ini tervalidasi

104

Resia terboeka.


Sakoetika lamanja di oemboel Veli bei ada sepi sekali. Ini doea orang moeda jag baroe liwat bebrapa menit bitjara perkara katjinta‘an, sekarang telah berdiri tiada bergerak, dengan pegang tangan satoe sama laen dan masing-masing ada berlinang aer mata.

Mohamed Ali merasa sanget soesa, tetapi pikirannja tetep, lebi baek bikin poetoes perkara katjinta‘an maski pada satoe bidadari, dari pada moesti berboeat perkara chianat jang sanget kedji.

„Mohamed Ali, djantoeng hatikoe,” kata Mrika, „saja mengarti, apa sebab kau tiada satoedjoe dengen perboeatannja ajahkoe jang kedjem. Saja rasa kau tiada tega meliat dara sesama menoesia jang tiada berdosa. Dan sebab kau soeda oendjoek kamoelia‘an, kesetia‘an serta katetepan hati kau, saja poen djadi merasa lebi tjinta pada kau. Tapi saja maoe bilang djoega, sekarang saja tiada maoe balik ka roema ajahkoe jang maoe boenoe segala orang jang memoedja laen agama dan brangkali ia nanti aniaja pada kau, djika kau tiada toeroet ia poenja maoe. Adjaklah saja pergi ke roemanja Ali pacha, di mana tentoe masi ada satoe tempat bagi satoe boedak prempoean, seperti saja. Biarlah saja dikasi makan sadja nasi dan aer, biarlah saja angkat segala pekerdja‘an dan toeroet segala prenta, biarken saja menanggoeng tjinta sendiri pada kau dan minta doanja Toehan, soepaja kau tinggal slamet dan di blakangkali mendjadi seorang beroentoeng.”