sedang berada dalam masa istirahat, ia selalu menyempatkan waktunya membaca Alquran dan menuliskan Alquran dalam sebuah buku dengan kong-makkong (berjongkok). Begitu perang di mulai ia berhenti membaca dan menulis Alquran dan kembali berperang. Ia lakukan itu berulang-ulang, sehingga ketika perang berakhir, ia telah menamatkan membaca dan menulis Alquran. Konon, Alquran hasil tulis tangan Bhuju Makkung ini masih ada, nampak sangat tua dan harus hati-hati dalam membukanya. Alquran ini di simpan oleh para keturunannya. Tidak seorang pun orang selain keluarga yang diperkenankan memegang atau hanya melihat Alquran itu karena Alquran itu diangggap sebagai warisan yang berharga.
Ketika terjadi perang, Bhuju Makkung mengajak Bhuju Ahmad untuk ikut perang. Bhuju Ahmad mengiyakan. Sebelum mereka berdua berangkat, sang kakak memastikan ia dan adiknya telah siap secara mental. Untuk memastikan kesiapan mental ini, ia lantas meminta Bhuju Makkung mencari kapas dan membawanya ke acara jamuan yang diadakan Bhuju Ahmad. Di acara itu, Bhuju Ahmad memberikan kapas yang sudah ia siapkan kepada Bhuju Makkung semikian pula sebalikanya. Mereka berdua lantas makan kapas yang saling diberikan oleh saudaranya tersebut.
Hal aneh pun terjadi. Setelah memakan kapas yang saling diberikan oleh saudaranya, Bhuju makkung merasa mulas dan keluarlah kotoran dari lubang duburnya begitupun dengan Bhuju ahmad. Kotoran keduanya lantas diperbandingkan. Saat diperbandingkan, kotoran yang keluar dari dubur Bhuju Ahmad bentuknya sangat murni menyerupai apa yang ia makan. Ini berbeda dengan kotoran adiknya yang sangat kotor. Melihat hal ini, Bhuju Ahmad mengatakan bahwa kebatinannya lebih baik dari Bhuju Makkung namun kekuatannya kalah jauh dari adiknya. Bhuju Makkung pun mengiyakan.
Bhuju Ahmad memang memiliki ilmu kebatinan yang sangat kuat di bandingkan dengan adiknya. Akan tetapi dalam hal menulis Alquran, Bhuju makkung jauh lebih unggul daripada kakaknya. Memang, mereka berdua memiliki keistimewaan yang berbeda. Atas
90