Halaman:Mortéka dâri Madhurâ Antologi Cerita Rakyat Madura (Edisi Kabupaten Bangkalan).pdf/118

Halaman ini telah diuji baca

Lesap yang pertamanya tidak paham apa yang ada dalam benak ayahnya menjadi sadar bahwa selama ini, ia dianggap menjadi duri dalam daging di istana Madura Barat. Ia yang semula tidak memiliki keinginan untuk berkuasa karena sadar akan siapa dirinya, akibat tekanan ini harga dirinya menjadi terluka. Akhirnya di suatu malam, ia memutuskan untuk melarikan diri dari Pajagan dengan perasaan berkecamuk di hati. Diam-diam ia meninggalkan tempatnya bernaung selama ini dan memilih berpetualang ke daerah timur Madura dengan diiringi oleh beberapa orang yang setia padanya.

Kepergian Lesap tentu saja membuat berang sang Raja sekaligus senang. Berang karena Lesap lancang meninggalkan tempatnya tanpa izin dan senang karena duri dalam daging itu akhirnya pergi jauh dari Madura Barat. Dalam kemarahannya, Raja mengutus puluhan prajurit untuk mengejar Lesap. Lesap yang lihai dan sakti dapat meloloskan diri dengan mudah. Ia akhirnya bersama pengiringnya dengan tenang mencari tempat aman yang jauh dari jangkauan prajurit Madura Barat. Ke Lesap melabuhkan pilihannya pada sebuah tempat di lereng Gunung Pajuddan, di daerah Kewedanan Guluk-Guluk, Sumenep. Di tempat yang baru ini, sekian bulan lamanya ia tidak keluar, hanya bertirakat saja pada Tuhan. Ia menyatukan dirinya dengan Yang Maha Pencipta, dengan melupakan makan, minum, dan tidur.

Tuhan mengabulkan permohonan orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepadaNya. Demikian juga kepada Ke Lesap. Atas ibadahnya yang tekun, Tuhan menganugerahinya kekuatan batin yang luar biasa. Selain itu, ia memperoleh senjata ampuh sejenis celurit kecil yang di namakan kodhi' crangcang. Senjata ini memiliki kelebihan dapat mengamuk sendiri tanpa dipegang oleh Ke Lesap. Tirakatnya juga meningkatkan indranya akan alam sekitar. Kepekaan itulah yang kemudian menjadikan Lesap menjadi mampu mengobati orang sakit.

Setelah merasa Tuhan telah cukup memberikan anugerah padanya, Ke Lesap turun dari pertapaannya. Ia lantas berbaur dengan masyarakat sekitar. Di tempatnya berbaur dengan masyarakat, Ke Lesap tidak melupakan panggilan dirinya untuk mengajar. Ia mengajarkan ngaji kepada masyarakat yang belum bisa mengaji. Tidak hanya sekedar mengajarkan ngaji, lambat laun ia mengajaran juga

102