warga desa yang kehetulan sedang menuju ke hutan untuk mencari kayu bakar. Warga desa itu lantas memberitahu mereka bahwa di tengah desa, sedang ada penggeledahan rumah warga oleh Raja. Warga desa itu tidak menceritakan alasannya mengapa sang Raja sendiri yang melakukan penggeledahan dan untuk apa penggeledahan itu dilakukan.
Mendengar berita ini, langkah mereka menuju desa dengan tibatiha terhenti. Mereka semburat herlari kembali menuju hutan. Di tengah hutan, mereka tinggalkan kambing yang mereka bawa dan kapak besar yang akan dijual karena dianggap mengganggu pelarian mereka. Keempat penasehat ini lantas bersembunyi di perbukitan yang memiliki cerukan yang ditumbuhi pohon jati lebat yang sukar untuk dilewati. Warga desa yang berpapasan dan ditinggal lari begitu saja oleh keempatnya menjadi terhengong-hengong karena heran.
Sekembalinya dari mengambil kayu bakar di hutan, warga desa tersehut menjumpai hahwa pasukan Raja telah pergi. Ia lantas menceritakan pengalaman anehnya kepada kepala desa tentang pertemuannya dengan empat orang yang meninggalkannya begitu saja lari terbirit-birit ketika ia memberi tahu hahwa prajurit kerajaan sedang melakukan penggeledahan di tengah desa. Ia mengaku heran, tidak biasanya keempatnya hertingkah aneh seperti itu.
Sang kepala desa lantas menceritakan alasan mengapa Raja dan prajuritnya melakukan penggeledahan. Mereka mengatakan sedang mencari empat orang pengkhianat yang menjadi buron dan sepertinya lari ke desa itu. Mendengar cerita pencari kayu itu ia lantas menjadi curiga. Jangan-jangan warga haru yang hertapa itu adalah buronan yang dimaksud. Untuk memhuktikan kecurigaannya, ia mengajak warga desa yang lain mencari keempatnya di sekitar kawasan hutan jati.
Tidak berapa lama kemudian, mereka menjumpai keempatnya sedang duduk dengan gelisah di atas batu yang berada dicerukan. Kepala desa lantas menanyakan tentang siapa sehenarnya mereka dan apakah benar mereka adalah huron yang dicari sang Raja. Dengan terpaksa, akhirnya mereka mengakui hahwa mereka adalah buron
112