Halaman:Mortéka dâri Madhurâ Antologi Cerita Rakyat Madura (Edisi Kabupaten Bangkalan).pdf/136

Halaman ini telah diuji baca

ASAL-USUL PANCORAN DARI DESA TAMBAKAGUNG

Sekitar satu setengah abad yang lalu, di sebuah desa terpencil yaitu Desa Tambak Agung, Kecamatan Labang, terdapat sebidang tanah yang dianggap senget (angker) bagi orang sekitar. Sebidang tanah ini berbentuk seperti jurang, dan perlu kemampuan yang cukup untuk menuju kesana. Jalannya yang licin dan anak tangganya yang sangat kecil serta dedaunan kering yang berkececeran dimana-mana, membuat masyarakat sekitar enggan untuk berkunjung ke sana. Di sebelah selatan lokasi tersebut terdapat sebuah goa yang ukurannya tidak begitu besar. Di dekat gua ini tumbuh pohon yang disebut pohon nanggher yang sangat besar. Rimbunnya pepohonan yang menyamarkan lokasi gua serta sulitnya jalan menuju lokasi tersebut menyebabkan tempat itu di mata orang kebatinan dianggap sebagai tempat yang sangat baik untuk bertirakat.

Tanda-tanda bahwa tempat itu sering ditirakati dapat dilihat dari banyaknya ditemukan untaian-untaian bunga melati dan sesajen-sesajen yang diletakkan di bawah pohon nanggher utamanya malam Jumat Manis. Terkadang, dijumpai juga sisa-sisa lidi yang merupakan bagian dari dupa tertancap di tanah di sekitar pohon besar tersebut.

Suatu siang, ada dua orang laki-laki yang berasal dari kampung sekitar yang bernama Mean dan Suli datang ke tempat tersebut untuk menggembalakan kambing. Kambing itu mereka lepas dengan harapan dapat mencari rumput sendiri di sekitar daerah tersebut yang memang ditumbuhi banyak rumput liar. Adapun kedua laki-laki itu, mereka asyik berbincang-bincang.

120