Halaman:Mortéka dâri Madhurâ Antologi Cerita Rakyat Madura (Edisi Kabupaten Bangkalan).pdf/163

Halaman ini telah diuji baca

amarahnya dan menjadi kurang siaga. Merekapun menjadi tenang dan menikmati makanan dan minuman yang dihidangkan.

Setelah cukup merasa kenyang dan segar kembali, pasukan itu memutuskan untuk tidak melanjutkan pencarian di tempat itu. Mereka berpikir, tidak mungkin warga desa yang menyembunyikan buronan akan bersikap ramah seperti itu. Biasanya, penyembunyi buronan pastilah orang-orang yang tidak suka kepada mereka dan ketidaksukaan mereka akan segera mereka tunjukkan kali pertama mereka bertemu. Keberadaan Raden Sahib segera saja mereka lupakan. Merekapun pergi begitu saja untuk mencari Raden Sahib di tempat lain. Raden Sahib untuk sementara waktu diminta tinggal di tempat itu. Adapun Pak Petok beserta istrinya, setelah mereka melihat dengan mata kepala sendiri keberadaan tentara Belanda di Madura, mereka melanjutkan tugasnya mengajarkan banyak hal tentang peperangan kepada para warga. Melihat ketulusan Pak Petok dan istrinya dalam mengajar warga, serta kebaikan budi mereka untuk menyembunyikan dirinya dari kejaran tentara Kompeni, Raden Sahib lantas membantu Pak Petok mengajari warga. Tidak hanya seni perang yang mereka ajarkan, adab dan agama, serta seni bertanipun mereka ajarkan. Akibat dari pengajaran ini, kehidupan warga desa dimana Pak Petok Tinggal menjadi berubah. Kehidupan warga desa maju secara pesat.

Kesuksesan dari kerja Pak Petok, Istrinya dan di bantu Raden Sahib menyebabkan daerah tempat Pak Petok tinggal menjadi masyhur karena hasil panennya yang melimpah ruah. Pada zaman itu, setiap penduduk di situ setidak-tidaknya memiliki minimalnya lima lumbung besar yang tingginya bagaikan gunung. Besarnya lumbung itu menyebabkan sulit bagi mereka untuk menghabiskannya dalam waktu singkat Karena melimpahnya basil pertanian, ada dua lumbung penduduk saat itu sengaja diikhlaskan oleh warga untuk dijadikan sarang oleh sekawanan burung.

Adanya banyak lumbung yang besar-besar yang berisi basil panen lantas dijadikan sebagai penanda desa tersebut Sejak saatitulah, desa itu kemudian disebut sebagai desa Lembung (lumbung) Gunung dan pemanggilan itu berlanjut hingga sekarang. Adapun Desa

147