Halaman:Mortéka dâri Madhurâ Antologi Cerita Rakyat Madura (Edisi Kabupaten Bangkalan).pdf/180

Halaman ini telah diuji baca

mereka mempersilahkan Abdul Qohir untuk beristirahat sejenak, sambil menunggu kedatangan penduduk Labuhan lain yang akan ikut membantu membabat semak belukar untuk dijadikan jalan melintas.

Beberapa saat kemudian, setelah penduduk yang berkenan membantu telah berkumpul, penduduk desa mengatakan kepada Abdul Qohir bahwa perjalanan ke dalam hutan telah siap dilakukan. Maka berjalanlah mereka memasuki hutan dengan melewati jalan setapak yang baru saja dibabat dengan hati-hati.

Tak lama kemudian mereka sampai di pinggiran sebuah genangan air, dan Abdul Qohirpun berkata kepada para warga untuk menghentikan perjalanan. Di tempat itu, Abdul Qohir merasakan ketenangan. Sepertinya, gambaran dalam istikhorohnya juga mengatakan begitu. lapun lantas meminta warga desa meninggalkan Abdul Qohir sendiri di tengah belantara. Tak ada rasa takut sedikit pun di hatinya karena ia hanya takut dan tunduk kepada Allah semata. Sekilas, ia mengitari tempat itu, dan untuk beberapa saat lamanya. la bermunajat dan memohon petunjuk agar mampu melaksanakan ihtiyarnya untuk berdakwah.

Karena keyakinannya itu, ia memutuskan untuk menetap di hutan itu dengan membangun sebuah langgar berukuran kurang dari 50 m yang terletak di sebelah barat sumber mata air alami sebagai tempat untuk shalat, tafakkur dan berdzikir kepada Allah SWT. Langgar tersebut sekarang dikenal dengan nama langgar Mbah Lani.

Hutan yang ditempati Abdul Qohir pada mulanya tidak bernama. Namun setelah warga desa labuhan memasuki hutan itu bersama Abdul Qohir dan menjumpai bahwa hutan itu sangat ramai oleh kicau burung, maka sejak saat itu, hutan itu diberi nama hutan “Kramiyan” yang berasal dari kata ramai oleh kicau burung dan aneka satwa lainnya yang tinggal di sekitar mata air di hutan itu. Kelak, hutan itu kemudian dibuka untuk perkampungan, dan nama perkampungan itu diberikan sesuai dengan nama tempatnya yang berada di hutan Kramiyan, yaitu kampung Kramiyan.

Setelah agak lama Abdul Qohir tinggal di Kramiyan, ia merasa rindu pada istrinya dan memutuskan kembali pulang ke Pamekasan dengan tujuan menjemput istrinya tersebut untuk dibawa menetap di

164