Halaman:Mortéka dâri Madhurâ Antologi Cerita Rakyat Madura (Edisi Kabupaten Bangkalan).pdf/182

Halaman ini telah diuji baca

Qohir dikaruniai seorag cucu perempuan yang diberi nama Zainab, atau yang kini dikenal sebagai Nyai Zainab.

Semakin hari semakin banyak pendatang yang menetap dan tinggal bersama keluarganya di Krammiyan. Krammiyan yang dulunya merupakan hutan belantara, kini tampak menjadi sebuah perkampungan yang posisi geografinya berderet dari selatan ke utara (malang areh).

Suatu hari, Abdul Qohir memetak sumber mata air menjadi dua bagian. Petakan pertama yang ada di sebelah utara khusus dipergunakan untuk kaum Hawa. Adapun petakan kedua yang ada di sebelah selatan dikhususkan untuk kaum Adam. Pada petakan sebelah selatan, Abdul Qohir memetaknya kern bali menjadi 3 petakan. Petakan pertama sebelah utara merupakan tempat yang airnya khusus digunakan untuk mandi, petakan kedua di tengah merupakan petakan yang konon aimya berkhasiat sebagai obat, sedangkan petakan ketiga (paling selatan) merupakan petakan yang khusus digunakan untuk air minum.

Mengapa Abdul Qohir memetak dan menetapkan sumber mata air khusus wanita ada di hulu dan khusus laki-laki ada di hilir, ini semua didasarkan pada kekhawatirannya apabila peletakan petak sumber dilakukan terbalik, maka masyarakat Krammiyan akan selalu tidak rukun. Masalah ini muncul karena waktu itu ada keyakinan bahwa kampung Krammiyan secara geografis terletak malang areh dan harus diberi perlakuan khusus.

Tahun demi tahun telah Abdul Qohir habiskan usianya untuk membina santri-santrinya. Tak terasa usianyapun makin lanjut. Sebelum wafat, ia berwasiat kepada keluarganya agar kelak setelah meninggal, jenazahnya dikebumikan di daerah antara Krammiyan dan Labuhan, tepatnya di kampung Nangger (daerah sebelah timur Labuhan). Ia minta dikebumikan di tempat itu karena menganggap tempat itu adalah garis pertama Abdul Qohir memasuki Kramiyan, tempat yang sejak awal ia cari dan impikan.

166