Halaman:Mortéka dâri Madhurâ Antologi Cerita Rakyat Madura (Edisi Kabupaten Bangkalan).pdf/23

Halaman ini telah diuji baca

Saat berumur 2 tahun, Raden Segoro sering bermain di tepi pantai dekat kediaman keduanya. Pada suatu hari, munculah dua ekor naga yang amat besar dari arah lautan. Naga-naga itu mendekat ke arah Raden Segoro. Demi melihat makhluk tersebut, Segoro kecil berlari ketakutan sambil menangis kepada ibunya. Ia pun lalu menceritakan pertemuan dengan dua naga tersebut pada ibunya.

Khawatir akan keselamatan anaknya, Bendoro Gung memanggil Ki Poleng. Setelah Ki Poleng datang, Bendoro Gung menceritakan kejadian yang baru saja dialami puteranya. Ki Poleng lantas mengajak Raden Segoro ke pantai tempat untuk bertemu kembali dengan dua naga tersebut. Di tempat yang sama, kedua ekor naga tersebut muncul.

Ki Poleng melihat bahwa kedua naga itu tidak memiliki niatan untuk mengganggu Raden Segoro. Mereka bahkan terkesan sedang menunggu Segoro untuk memiliki mereka berdua. Atas dasar tanda-tanda gaib inilah, Ki Poleng lantas menyuruh Raden Segoro memegang ekor naga tersebut dan membantingnya ke tanah. Raden Segoro menuruti perintah Ki Poleng dan setelah dibanting, dua ekor naga itu menjelma menjadi dua buah tombak Kedua tombak tersebut diberikan kepada Bendoro Gung. Tombak pertama diberi nama Kiai Nenggolo sedangkan tombak kedua diberi nama Kiai Aluquro. Ki Poleng memberi tahu kegunaan dua tombak tadi, bahwa Kiai Aluquro untuk di simpan di dalam rumah sebagai penjagaan dari dalam, dan Kiai Nenggolo untuk dibawa ketika berperang.

Raden Segoro menganggap Ki Poleng sebagai paman sekaligus orang tua sendiri. Dengan segenap kesungguhan, Raden Segoro mempelajari ilmu kanuragan, pengetahuan tentang kehidupan, serta meditasi dari Ki Poleng. Raden Segoro juga belajar teknik pengobatan dari pamannya tersebut dan beberapa kali berhasil menyelamatkan masyarakat yang ada di sekitarnya. Akibat kemampuan pengobatannya yang mumpuni, nama Raden Segoro menjadi terkenal, tidak hanya di Madura, tetapi juga diantara para pelaut yang berasal dari luar pulau Madura yang sedang singgah di Madura.

Suatu ketika, Kerajaan Medang Kamulan mendapat cobaan yang besar. Segelombang besar tentara bangsa Cina datang untuk menyerang kerajaan. Prabu Giling Wesi yang tidak gentar menghadapi

7