bahwa jin itu begitu cantiknya. Pantas saja masyarakat menyebutnya sebagai bidadari.
Terpesona oleh kecantikan mereka, timbul keinginannya Arya Menak untuk memiliki seorang diantara mereka. Ia pun mengendap-endap, kemudian dengan secepatnya, ia ambil sebuah selendang dari bidadari-bidadari itu. Selendang itu lantas ia sembunyikan di balik bajunya. Kelak, ia letakkan selendang itu di dalam lumbung beras di rumah tempat ia tinggal sekarang.
Tak lama kemudian, para bidadari itu selesai mandi dan mereka bergegas mengambil pakaiannya masing-masing. Mereka pun terbang ke Kayangan tempat asalnya kecuali yang termuda. Bidadari itu tidak dapat terbang karena selendangnya hilang. Ternyata, bagi bangsa bidadari, selendang itu adalah alat untuk terbang. Ia pun sedih dan menangis. Melihat hal tersebut Aryo Menak tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia segera mendekati bidadari tersebut dengan berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi dan menanyakan ada apakah gerangan sehingga membuat sang bidadari menangis.
Setelah mendengar cerita sang bidadari, ia lalu mengatakan bahwa ini mungkin sudah kehendak Tuhan agar bidadari itu berdiam di bumi untuk sementara waktu. Ja pun menghiburnya untuk tidak bersedih. Arya Menak pun berjanji akan menemani dan menghiburnya sepanjang hidupnya. Adapun nama bidadari itu adalah Nyi Peri Tunjung Wulan
Bidadari itu rupanya percaya dengan kata-kata Arya Menak. Karena terpaksa, akhirnya bidadari tersebut mau tinggal di bumi. Ia pun tidak menolak ketika Arya Menak menawarkan padanya untuk tinggal di bagian samping rumah Arya Menak. Selanjutnya Arya Menak melamarnya. Bidadari menerimanya. Ketika lamarannya diterima, hasrat Aryo Menak untuk berpetualang menjadi sirna. Ia pun memutuskan tinggal di Desa Karang Anyar. Dari perkawinannya dengan Nyi Peri Tunjung Wulan, Aryo Menak dikaruniai beberapa anak yang bernama Ario Timbul, Ario Kudut, Ario Podjok dan Nyi Sumekar.
Aryo Menak dan istrinya tinggal dengan bahagia di desa itu. Pasangan ini menjadi terkenal karena keduanya begitu menonjol. Yang