Halaman:Mortéka dâri Madhurâ Antologi Cerita Rakyat Madura (Edisi Kabupaten Bangkalan).pdf/49

Halaman ini telah diuji baca

melihat kesolehan putrinya dan sedih karena akan ditinggalkan, kedua orang tuanya mengizinkan Potre Koneng bertapa.

Dengan langkah mantap, Potre Koneng berangkat ke Gunung Pajuddan dengan diiringi beberapa pengawal dan abdinya. Ia merencanakan bertapa hingga ia mendapatkan ketenteraman hati dan petunjuk dari Yang Mahakuasa. Hari demi hari ia lewati dengan tenang dalam pertapaannya. Hingga pada hari ke tujuh tepatnya tanggal empat belas, Potre Koneng tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya ia berjumpa dengan seorang laki-laki yang tampan dan mereka bercakap-cakap dengan gembira. Laki-laki itu menyebutkan namanya yaitu Adipoday. Adipoday ini merupakan anak dari seorang pertapa yang bernama Panembahan Balinge. Adipoday memiliki seorang adik yang bernama Adirasa. Pada saat Potre Koneng bertapa, Adipoday dan Adirasa juga melakukan pertapaan. Adipoday bertapa di Gunung Geger dan Adirasa di Ujung Gelagah.

Pertapaan Potre Koneng dan Adipoday adalah pertapaan tingkat tinggi hingga mereka dapat bertemu di dalam mimpi. Melihat Adipoday yang begitu memesona dalam mimpi, Potre Koneng merasakan ketertarikan yang luar biasa. Hal ini juga dialami oleh Adipoday. Melihat putri yang dijumpainya dalam mimpi begitu cantik, Adipoday langsung jatuh cinta. Dalam kondisi yang penuh kegaiban, mereka melakukan hubungan perkawinan dalam mimpi.

Beberapa waktu kemudian, Potre Koneng terbangun dari mimpinya yang menurutnya terasa begitu nyata. Di awal-awal bangunnya, ia merasa begitu kecewa karena harus berpisah dengan laki-laki yang dikawininya serta dicintainya dalam mimpi. Tidak hanya kecewa, ia juga bertanya-tanya kira-kira siapakah laki-laki yang dicintainya tersebut. Akibat dari mimpinya yang aneh itu, Potre Koneng merasa pertapaannya tidak mungkin dapat diteruskan lagi dan akhirnya ia memutuskan kembali ke Sumenep.

Setelah kepulangannya dari pertapaan, perut Potre Koneng makin hari makin besar. Akhirnya atas pemeriksaan tabib istana, diketahuilah bahwa Potre Koneng hamil. Raja dan Permaisuri marah besar dan bahkan pada suatu hari ia hendak dihukum mati oleh Prabu Saccadiningrat. Kehamilan Potre Koneng tanpa ada suami jelas akan

33