Halaman:Mortéka dâri Madhurâ Antologi Cerita Rakyat Madura (Edisi Kabupaten Bangkalan).pdf/68

Halaman ini telah diuji baca

Jokotole, pemuda tanggung yang menurutnya belum teruji loyalitasnya kepada Majapahit.

Beberapa hari setelah pertandingan, Empu Kelleng pamit kepada prabu Brawijaya untuk kembali ke Madura. Empu Kelleng menyampaikan bahwa tugas yang diembankan kepadanya telah selesai dikerjakan dan sudah saatnya Empu Kelleng kembali ke Madura mengunjungi istrinya yang telah lama ditinggalkannya. Empu Kelleng diizinkan pulang, tetapi tidak untuk Jokotole. Prabu Brawijaya yang terlanjur sayang padanya masih memberatinya. Sang Prabu masih menginginkan Jokotole untuk tinggal lebih lama lagi di Majapahit, dan Jokotole pun setuju.

Empo Kelleng diiringi sepuluh pengawal kerajaan, pulang membawa karung-karung emas yang telah diberikan sang Prabu atau Jokotole kepadanya. Setibanya di pinggir pantai, mereka menumpang perahu menuju Pantai Cangkrama’an (sebelah timur desa Pakandang Kabupaten Sumenep). Sesampainya di rumah dengan keadaan selamat, ia yang merasa sangat bahagia dan bangga pada Jokotole menceritakan semua yang dialaminya di Majapahit kepada istri dan warga sekitar. Banyak tamu yang berdatangan untuk mendengar cerita tentang keadaan Empu Kelleng di Majapahit dan kondisi terkini Jokotole. Empu Kelleng pun tidak nenti-hentinya menceritakan semua hal yang berkaitan dengan anaknya itu dengan bangga.

Ditinggal oleh ayah angkatnya, Jokotole memilih beraktivitas sebagai pandai besi di tanah yang diberikan sang Raja kepadanya. Di tempat tersebut, ia membuat banyak perkakas tani, keris dan tombak. Salah satu keris yang dibuat Jokotole dan menjadi terkenal di Majapahit adalah sebuah keris yang diberi nama Jennengan Majapahit. Di Majapahit, karya-karyanya disukai banyak orang dan ia pun makin terkenal.

Prabu Brawijaya sebenarnya ingin mengangkat Jokotole sebagai patih yang diberikan kewenangan mengurusi urusan-urusan internal kerajaan. Tapi sang Prabu juga melihat bahwa di lingkungan istana, tidak semua orang suka kepada Jokotole. Oleh sebab itu, paduka Prabu butuh sebuah alasan atau lantaran yang menguatkan keinginannya untuk mengangkat Jokotole menjadi patih. Tanpa alasan yang kuat,

52