Halaman:O Eng Tjaij, Kau Kliroe.pdf/142

Halaman ini tervalidasi

— 142 —

sakit en seblon pikirannja adem lagi, dengen rada mendongkol ia berkata: „Kliwat tida enak HOK OEN! boeat berdiam sama akoe?"

„Kau loepa, pa kau loepa apa njang akoe nanti mendjadi."

"Tetapi akoe nanti bikin kau begitoe broentoeng sekali, O begitoe broentoeng HOK OEN!" berkata ENG TJAIJ njang mendadak djato menangis. „Kau tida — nanti....

la berdiam, kerna di mala sang anak njang tida maoe brentinja mengawasin portret kliatan seroepa tanda, njang tida ingin perdoeli apa-apa lagi.

ENG TJAIJ kira njang HOK OEN tida denger perkatahannja; tetapi tida lama kemoedian sang anak bitjara poela.

Akoe soeda pikir, njang semoea akoe tida nanti perdoeliken, asal iboe sadja masi hidoep. Dan akoe bisa tidoer di pelokannja, seperti doeloe (ia toendjoek ke portret) — tetapi sekarang—." „Sekarang kau boleh tidoer di pelokan akoe anak."

„Di dalem kau poenja pelokan, papa? Kau selaloe taro GOAN OEN di kau poenja pelokan, tetapi akoe-belon perna."

Akoe slamanja kira njang kau tida perdoeliken itoe HOK OEN."

„O, akoe sering mikirin itoe; tetapi dari doeloe akoe soeda taoe njang kau lebi sajang padanja." Tjoba! tjoba! kapan kau perna mikirin itoe?"

„Ah, tida begitoe sering pa — kadang-kadang sadja soeda lama kemarihin."