kinannja untuk bersalah dari pada golongan terbesar dari pada suatu bangsa seluruhnja?
3) Sedjahtera manusia adalah suatu sedjahtera jang harus dipertahankan. Sedjahtera itu djustru untuk orang-orang lemah dan bertjatjat harus dipertahankan dengan kekuasaan dan kekuatan, kalau perlu dengan kekerasan sendjata djuga. Kesatuan suatu bangsa mau tidak mau mengharuskan adanja pendjagaan bersama untuk keamanan, kedalam polisionil dan keluar militer. Akan tetapi apakah itu sembojan nasib jang tua, jang mendjadi pegangan Pax Romana: Si vis pacem, para bellum. „Djikalau engkau menghendaki keamanan, bersedialah untuk perang.” Bukankah prinsip ini membawa kepada persendjataan kembali jang umum, suatu perlombaan untuk mempersendjatai diri, jang selalu berakibatkan peperangan jang lebih dahsjat lagi? Lihatlah persendjataan kembali dari Djerman dalam pettahanan Atlantik untuk menghadapi Rusia. Lihatlah pengumuman keadaan bahaja di Amerika. Apakah Hitler djuga selalu berkata-kata tentang damai dan sedjahtera, padahal peranglah jang dimak- sudkannja? Memang benar-benar: kita harus tadjam sekali memisahkan mana pendjagaan untuk mempertahankan diri dari suatu bangsa jang tjinta damai, jang tidak dapat dengan kurang hati-hati mengorbankan keamanan dalam batas-batas negaranja — mana militairisme agresif jang membinasakan, jang memuliakan peperangan dan mementingkan kekuasaan lebih dari pada keadilan. Siapa jang dapat mengatakan, dimana disini batas-batasnja? Siapakah jang dapat berseru kepada suatu bangsa untuk mengambil sikap militant dan bersama itu djuga memperingatkan, supaja djangan mengambil sikap militeristis? Hal ini hanja dapat terdjadi dalam suatu negara, Jang mempunjai polisi jang baik, akan tetapi bukan negara-polisi, dan jang mempunjai tentara kuat, akan tetapi bukan „negara militer”. Didalam demokrasi, pemegang kekuasaan negara itu ialah orang preman, bukanlah tentera. Akan tetapi setiap orang preman harus dapat mendjadi tentera dalam keadaan bahaja. Tidaklah baik, kalau ada perbedaan jang terlalu besar antara tentera dan orang preman. Seorang tentera pada suatu ketika harus dapat menanggalkan pakaian ketenteraannja. Ja harus dapat menginsafi bahwa tugas ketenteraannja adalah untuk sementara. Sebenar-benarnja ia menunggu-nunggu dengan tidak sabar akan perletakan sendjata seluruhnja, dimana pedang
dan tombak ditempa mendjadi sabit dan penggali (Nabi Jesaja 2)
28