Halaman:Pantjasila oleh Ki Hadjar Dewantara.pdf/13

Halaman ini tervalidasi

― 7 ―

atau hal-hal lain-lain, belum berarti bahwa orang lalu mengetahui benar-benar, apa jang terkandung didalamnja sebagai „isi”, lebih-lebih orang belum dapat mengetahui benar² akan harganja atau nilainja „isi” itu. Untuk dapat menjelami dan menginsjafi tiap-tiap keadaan dalam sifat wutuhnja, perlulah orang mengenali dua factor lainnja, jaitu, bentuk nja serta „isi” - nja tiap-tiap keadaan, kedjadian atau peristiwa. Mengenai „bentuk” dan „isi” itu sangat perlu, karena tiap-tiap keadaan, sesudah terbatas oleh dasar-dasar dan garis²-besarnja (ja'ni sifatnja), masih pula terbatas setjara lebih chusus oleh bentuk dan isi-nja masing². Sama sifatnja, tetapi berbeda „bentuk”-nja, lebih - lebih berlainan „isi” - nja, menjebabkan adanja perbedaan antara keadaan jang satu dengan jang lain. „Ke-Tuhanan” misalnja, mempunjai sifat jang tertentu; pokok-pokok dan dasar²-nja dapat dipastikan. Akan tetapi „ke-Tuhanan” jang berbentuk „organisasi - keagamaan”, sangat mungkin berlainan dengan „ke-Tuhanan” menurut konsepsi sesuatu aliran filsafah atau anggapan seseorang individualis jang religieus, jaitu orang jang berdjiwa keagamaan, namun tidak tergabung dalam sesuatu organisasi, karena ia mementingkan hidup kepribadian. Tambah pula, djika mengingati „isi”, jang ada didalam masing² bentuk keagamaan, maka mudahlah dapat dimengerti akan adanja perbedaan antara „sekte” jg satu dengan „sekte” jang lain (didalam satu agama), perbedaan mana kadang-kadang menimbulkan pertentangan dan permusuhan jang haibat.

Untuk lengkapnja pandangan kita tentang memandang, mempeladjari atau menjelidiki sesuatu so'al, baiklah disini saja tambahkan pula, bahwa sesudah „sifat” serta „bentuk” dan „isi”, masih ada pula suatu factor atau sebab, jang dapat mengakibatkan perbedaan antara dua hal atau keadaan. walaupun sifat serta bentuk dan isinja pada kedua-duanja ada sama. Perbedaan jang masih nampak itu disebabkan, karena tjaranja melakukan, melaksanakan, memakai atau menggerakkan, pendek tjaranja mewudjudkan laku atau tindakan masih ada bedanja antara jang satu dengan jang lain. Dalam ilmu kesenian hal inilah jang disebut gerak „wirama”, atau „rhytmus”, jang dapat menentukan „watak”