Halaman:Pantjasila oleh Ki Hadjar Dewantara.pdf/23

Halaman ini tervalidasi

- 17 -

djiwa manusia, asal sudah melalui batas ketjerdasan jg tertentu, lalu bersifat djiwa jg luhur dan halus dan djiwa inilah jg disebut budi Karena budi inilah, manusia lalu dapat mewudjudkan hidup, baik lahir maupun batin, jg. bersifat luhur dan halus pula, dan inilah jang disebut „kebudajaan", jang berarti „buah-budi".

Dalam hubungan ini baiklah diketahui, bahwa ada aliran, jg. menggerombolkan hidup manusia dalam gerombolan hidup hewan semata-mata. Artinja, manusia tidak dianggap sebagai machluk, jang oleh Tuhan ditakdirkan setjara chusus dan istimewa. Menurut adjaran seorang filosoof Darwin, manusia itu berasal dari beralihnja sekonjong-konjong seekor hewan, jg bertingkat - hidup tinggi, mendjadi „manusia jg pertama". Barang tentu adjaran Darwin ini ditentang hebat oleh adjaran agama, karena agama menetapkan bahwa manusia machluk jg terpilih dan oleh Tuhan diberi kodrat-iradat lain dari pada hewan. Seorang filosoof materialist lain, Ernst Häckel, dengan „evolusi - theorie"-nja menganggap, bahwa kemadjuan hidup-tumbuh manusia itu melalui fasen (tingkatan waktu) jg terdapat dalam hidupnja semua jg tumbuh setjara „cellen-systeem". Djadi dalam hal ini sama dengan tumbuhnja hewan, pun sama dengan tumbuhnja segala tumbuh-tumbuhan pula. Begitulah benih manusia bertumbuh melalui semua fasen itu, hanja sadja karena terkandung hingga lama, jaitu 10 bulan, didalam kandungan ibu-nja, maka machluk jg kemudian lahir itu agak berbentuk sempurna, berlainan sifat dari pada machluk hewan biasa. Aliran ini boleh kiranja dianggap sebagai theorie jg menengah - nengahi adjaran agama dan aliran jang menganggap manusia itu sebetulnja hewan semata-mata, berasal dari se-ekor „kera". Seperti kita mengetahuinja, maka sedjak lama hingga sekarang, para penjelidik dalam ilmu biologi masih terus mentjahari sisa djenis manusia (terkenal dengan nama „missing link", atau bentuk peralihan jg masih harus diketemukan) jg boleh dipandang sebagai bukti adanja tingkatan hidup manusia, jg masih merupai dienis hewan (kera). Mengetahui adanja aliran jg „materialistis” atau „naturalistis" itu ada perlunja, meskipun hanja utk diketahui sadja.

Kembalilah kita pada pokok pembitjaraan kita, jaitu