Halaman:Pantjasila oleh Ki Hadjar Dewantara.pdf/36

Halaman ini tervalidasi

- 30 -

terbukti, bahwa „sama rata” itu belum tentu bersifat „adil”. Kalau didalam satu keluarga misalnja, jang beranggauta 10 orang, hanja ada beras 1 kilo sadja, dan menurut azas „demokrasi” atau „sama rata” tiap2 anggauta dapat se-per-sepuluh kilo atau 1 ons, maka sangat boleh djadi lalu ada salah seorang jang menjatakan: „Ibu, saja ta'usah makan saja ta' begitu lapar; berikanlah bagian saja kepada adik itu, jang lebih memerlukan makan nasi dari pada saja . . . . .” Sangat boleh djadi ketetapan itu dipudji atau dimufakati oleh beberapa anggauta lainnja, jang mungkin ingin djuga menjerahkan bagiannja kepada adik2 jang ketjil atau jang sedangnja sakit. Disini terbukti, bahwa „sama rata” itu belum pasti berarti „sama rasa” djuga. Memang tidak adil bila seorang jang sakit harus diperlukan sama dengan orang jang sehat. Karena itulah azas „demokrasi”, jang semata-mata mementingkan sama-ratanja sesuatu, harus dilakukan setjara „keadilan social”, jang menghendaki sama-rasanja.

Mungkin orang mengemukakan, bahwa demokrasi itu seharusnja telah mengandung maksud keadilan, akan tetapi selama demokrasi, jang biasa disebut demokrasi setjara Barat atau demokrasi modern masih paling mementingkan „kesamaan”, misalnja kesamaan hak dalam segala hal, serta biasaannja mengabaikan harga dan nilai benda lahir atau batin, maka dengan sendiri demokrasi itu kerap kali tidak merupakan keadilan sosial. Hal itulah tentunja, jang mendjadi alasan bagi si-pentjipta Pantja-sila, untuk memasukkan keadilan sosial” disamping „kedaulatan rakjat”.

Suatu tjontoh lagi. Dalam zaman sekarang telah umum mendjadi kebiasaan, bahwa didalam rapat untuk menetapkan sesuatu keputusan, harus dipungut suara dari segenap anggauta, dengan peraturan, bahwa jang dianggap keputusan jang sah, ialah. jg dimufakati oleh sebagian besar dari pada para anggauta. Biasanja kemenangan satu suara sudah dianggap beralasan tjukup, untuk memutuskan sesuatu ketetapan. Di situ sama sekali tidak dibedakan suara dari orang2 baik jangtjerdik-pandai dan berbudi, maupun jang ta' berpengetahuan dan ta' berwatak. Tidak sadja systeem itu sering menjebabkan adanja putusan jang tidak bidjaksana, namun