— 191 —
„Orang maen, kalah ia tinggal kalah, masa ja misti. sakit hati?" kata Kek-hoaij sambari tertawa.
„Mengkali orang Kalongan jang adatnja begitoe, itoe owee engga bisa bilang."
Dian-hoei berdiam sadja.
Orang di sakiter itoe medja pandjang sama sekali tida ada poenja koeping lagi boeat denger Kek-hoaij poenja godahan, kerna marika rata-rata soeda kenah kapatik oewangnja sadjoemblah besar.
Samantara jang laen-laen dengen teroes-teroesanm pada mengadoeh oentoeng boeat poelangin doeitnja jang soeda djalan-djalan, dan saban-saban djadi samingkin sengit sadja kaloe oewangnja kenah katarik lagi, Dian-hoei tinggal berdiri sakean lama, menelitikin apa jang soeda diboekah sembari tjoba-tjoba menebak kartoe apa lagi jang bakal dikaloearken oleh Kek-hoaij.
Satjara demikian ia tinggal berdiri dengen mejakin sampe orang soeda berhantem lagi sapoeloe kali, jang djoega achirnja ada membawa kamenangan besar bagi perserohannja Kek-hoaij, tapi koetika orang soeda brangkat maoe boekah boeat kasabelas kalinja, Dian-hoei laloe berseroe :
„Toenggoe doeloe!"
„Nah loe tjilaka ini sakali," kata Kek-hoaij dengen tertawa, „sekarang ini orang Kalongan tentoe dia maoe toeroen tangan boeat bikin bresi kita poenja oewang jang ada di depan."