Halaman:Perahu Madura.pdf/12

Halaman ini telah diuji baca

cerita saja. Juga tidak disebutkan ketepatan tahunnya, sejak kapan di Madura ini dikenal ’’perahu bersayap”’, yaitu sejenis jukung yang bercadik, yang di Madura dikenal sebagai ’jukong” atau ’’sampan kateran”’. Padahal sampan berkater inilah yang dianggap asal-usul perahu Madura dengan segala jenisnya.

Apabila kita ikuti alur buku sejarah bahwa perahu yang bersayap adalah perahu awal nenek moyang" bangsa Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa perahu-perahu bercadik di Indonesia, termasuk Madura, merupakan nenek moyang perahu Indonesia pula. Oleh ka- rena itu dapat disimpulkan sementara, bahwa perahu-perahu yang “tidak bercadik’”’ atau "tidak berkater’’, timbulnya lebih kemudian. Maka berdasarkan bentuk-bentuk yang masih ada pada perahu-perahu bercadik atau berkater, dibandingkan dengan bentuk-bentuk perahu yang tak bercadik, dengan persamaan-persamaan yang terdapat, diperkirakanlah bahwa mereka adalah seketurunan.

Di tiap-tiap tempat sesuai dengan kondisi dan tradisinya, bentuk jukong berkater ini yang dalam perkembangannya, akhirnya terlihat berbagai variasi bentuk. Apabila mula-mula di masing-masing daerah semuanya memakai kater atau cadik, lama-kelamaan di beberapa tempat dengan pengalaman-pengalamannya, kemudian ada pula yang membuat sampan tak berkater. Dapatlah dikaji akan perkembangan perahu tersebut sebagai berikut:

a. Perahu Padduwang dan Karoman di Legung adalah cakal-bakal sampan Les-ales atau Jabaran (di Pasean-Tamberu-Klampes dan Kwanyar) dengan puncak perkembangannya perahu Pegon dan Janggolan.

b. Jukong Gambringan di Gili dan Sapudi, adalah cakal-bakal dari sampan Eder atau Jo-ijo di Tanjung-Bandaran dengan puncak perkembangannya perahu Glate.

c. Sampan Patetedan di Legung adalah cakal-bakal sampan Gole’an (di Madura Timur) dengan puncak perkembangannya perahu Lete’

Dari beberapa peninggalan tersebut dapat pula diketengahkan bahwa urutan masa pembuatan perahu Madura dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pembuatan perahu memakai kayu utuh. Karena kepandaian dan pengalaman, kayu tersebut dilubangi memanjang pada bagian tengahnya, sehingga terjadilah ’’polongan’’, sebagai bentuk jukung dengan berbagai modelnya.

7