Halaman:Perbandingan Pendidikan.pdf/27

Halaman ini telah diuji baca

diganti dengan Menteri Pengadjaran Umum dan belakangan ini mendjadi Menteri Pendidikan Nasional pula.

Monopoli negara atas pendidikan, jang dimulai oleh Napoleon, berachir dalam tahun 1850 dengan diperkenankannja lagi perguruan-perguruan swasta berdiri. Namun tjiri dan djiwa organisasi tjiptaan Napoleon masih terus berlaku dan sebagaimana akan sering kita lihat nanti, sentralisasi inilah jang merupakan tjiri jang paling chas dari pendidikan Perantjis.

Diatas, sudah disinggung bahwa jang termasuk urusan académie ialah pendidikan menengah dan tinggi, meskipun oleh Napoleon direntjanakan bahwa seluruh pendidikan akan dimasukkan dalam sentralisasi. Akan tetapi mula-mula pendidikan rendah masih dibebankan pada commune, dan sebagai sudah disebut, daerah ketjil itulah dengan didampangi oleh badan-badan keagaman jang mengurus soal itu.

Lambat-laun sekolah-sekolah rendah itu mendapat subsidi dari Pemerintah Pusat dan dengan demikian urusannjapun makin terhisap kedalam sentralisasi itu. Sebagai tjontoh dapat dilihat bahwa dalam tahun 1890 Pemerintah Pusat menjediakan 69% dari biaja pendidikan rendah diseluruh Perantjis dan ini sudah naik mendjadi kira-kira 75% dalam tahun 1907. Dan dengan meningkatnja djumlah subsidi itu makin besar pulalah kekuasaan Pemerintah dibidang admisnistrasi pendidikan rendah.

Ditingkat pendidikan landjutan, dari dahulu jang sudah mendjadi kebiasan ialah sistim jang sangat selektip. Dasar dari sistim ini ialah gagasan bahwa jang diterima disekolah landjutan ialah mereka jang nanti akan berhasi diperguruan tinggi, djadi mereka harus terpilih sungguh-sungguh. Bukankah mereka itu kelak jang akan mendjadi pemimpin dalam berbagai lapangan dalam masjarakat? Djadi memang semestinjalah mereka itu seharusnja merupakan kaum élite intelektuil.

Dizaman dahulu ini memang mengakibatkan suatu ketidakadilan, oleh karena jang biasanja dapat memadjukan diri untuk dipilih melalui udjian untuk masuk pendidikan landjutan hanjalah anak orang-orang jang mampu. Anak rakjat djelata boleh dikatakan tidak mungkin masuk untuk mentjalonkan diri sekalipun. Dengan demikian sekolah menengah diwaktu itu mendjadi monopoli kaum ningrat dan kaum berada. Inilah jang oleh beberapa penindjau dianggap sungguh-sungguh bertentangan dengan gagasan liberté, egalité, fraternité, jang merupakan sembojan jang muluk dalam repolusi Perantjis.

Nasib anak rakjat djelata biasanja ialah masuk sekolah rendah dan kemudian kesekolah rendah landjutan dimana ia mengachiri pendidikannja. Dalam pada itu anak kaum menengah dan kaum ningrat memulai pendidikannja disekolah-sekolah persiapan jang digandengkan dengan sekolah-sekolah menengah jang 2 matjamnja : lyceé dan

                                                    5