Carte Scolaire du Second Degré dibentuk untuk mentjoba memperbarui dan mengadakan koordinasi diantara segala djenis pendidikan menengah. Panitia ini tidak begitu giat bekerdjanja dan dalam tahun 1948 malah menghentikan pekerdjaannja, karena memang fihak-fihak jang akan dikoordinasikan memberi tentangan jang hebat.
Waktu itu belumlah tiba waktunja orang Perantjis menerima 100% gagasan jang mengatakan bahwa pendidikan itu merupakan suatu keseluruhan jang bulat dan administrasi harus djuga mentjerminkan kebulatannja dan djangan mengadakan sistim administrasi jang hanja untuk adanja administrasi sadja.
.
Satuan administrasi setempat hanja mempunjai kewadjiban melaksanakan peraturan dari atasan sadja, sebagai suatu bagian dari mesin administrasi jang sentral. Satuan setempat ini ialah académie, jang di seluruh negeri dalam tahun 1961 djumlahnja ada 19 buah, dengan sebuah kota-universitas sebagai pusatnja (chef-lieu d'académie).
Kepala dari akademi itu ialah rektor (Recteur) universitas, jang selain mendjadi pemimpin lembaga pendidikan tertinggi, djuga memimpin pendidikan negeri seluruhnja didaerah itu. Suatu dewan akademi (Conseil d'Académie) merupakan badan penasehat bagi rektor itu dan pelaksanaan tugasnja diringankan dengan bantuan sedjumlah inspektur.
Administrasi pemerintahan Perantjis mengadakan pembagian negara atas 90 departemen, jang kepala daerahnja ditundjuk oleh Pemerintah
Pusat dan perwakilannja dibentuk dengan pemilihan. Seluruh negara dibagi pula atas 38.000 komune dengan wali-kota dan dewannja jang diangkat melalui pemilihan rakjat.
Departemen dan komune mempunjai tugas sendiri-sendiri dibidang pendidikan, terutama mengenai pembangunan dan mengurus gedung sekolah-sekolah rendah, rumah-dinas guru sekolah rendah dan gedung sekolah normal. Collège adalah sekolah menengah jang diurus sesuai dengan suatu perdjandjian antara Pemerintah Pusat dan komune, sedang lycée mendjadi urusan Pemerintah Pusat sendiri. Sekolah kedjuruan atau teknik djuga mendjadi urusan Pemerintah, Pusat, jang menarik suatu padjak chusus untuk itu dari kalangan industri.
Penindjau-penindjau pendidikan Perantjis selalu tertjengang melihat ruwetnja administrasi ini, jang pekerdjaannja sangat lambat, karena dalam dalam banjak hal keputusan terachir harus didapat dari Paris, dan rektor serta inspektur seringkali terpaksa pergi sendiri ke Paris untuk mengurus sesuatu jang semestinja tidak usah diperdjuangkan setjara pribadi. Dalam tahun 1954 anggaran-belandja pendidikan terlambat keluarnja selama 4 bulan dan akibatnja ialah bahwa pembangunan gedung-gedung baru diseluruh Perantjis terhenti semuanja.
Kalau orang Perantjis ditanjai mengenai sentralisasi ini, ia akan
20