Halaman:Perjuangan Kita di Lapangan Perburuhan.pdf/5

Halaman ini telah diuji baca

— 2 —

sesudah perang dunia ke-2 berachir Faham Sosial itu telah menggelora dimana-mana Atlantic Charter dan Charter for Peace meletakkan dasar-dasar dari paham tersebut. Dari Amerika Serikat menggelora sembojan : „Freedom from want”, dan dari Inggris didengungkan sembojan : „Full Employment”. Sembojan² untuk mempopulairkan Faham Sosial itu hanjalah mempunjai satu maksud belaka ialah : menggerakkan kejakinan akan pentingnja djaminan hidup jang lajak bagi manusia. Dinegara-negara kapitalistis ataupun feodalistis djaminan hidup jang lajak bagi manusia, chususnja bagi kaum buruh, tidaklah pernah mendjadi factor jang terpenting, karena memang tidak bisa didjadikan factor jang terpenting, sebab memang bertentangan dengan filsafahnja negara² sematjam itu. Tetapi sesudah mengalami kedjadian-kedjadian jang pahit maupun sebelum, semasa dan sesudah perang dunia ke-2, factor tenaga manusia, chususnja tenaga buruh didalam segala matjam produksi proces, jang menghatsilkan apa sadja jang dibutuhkan oleh masjarakat itu, tidak mungkin diabaikan begitu sadja. Bahkan telah mendjadi kejakinan, bahwa mengabaikan tenaga, pekerdja itu dengan tidak memberi djaminan untuk hidupnja jang lajak berarti suatu tentangan terhadap bahaja perang. Karena adanja djalan fikiran dan kejakinan sematjam itulah, maka dinegara-negara jang progressief, masalah tenaga manusia, tenaga buruh pada chususnja, adalah merupakan bagian jang terpenting dalam seluruh masalah perekonomian. Meletakkan masalah perburuhan pada tempatnja jang lajak dan benar dari sesuatu systeem perekonomian itulah, jang biasanja kita namakan politik perburuhan itu. Masalah perburuhan adalah satu hal jang tidak bisa dipisahkan dengan masalah perekonomian, bahkan lebih tepat kalau dikatakan bahwa dua masalah itu sesung-