116
POLA-POIA KEBUDAJAAN
hara ini sampai nanti dipergunakan lagi. Tjita dan tjara² untuk memindahkan kekeramatan sama lazimnja, seperti halnja orang Eropah Abad Pertengahan menganggapnja lumrah untuk membatalkan suatu kutuk. Akan tetapi mengenai tenaga sihir orang² Pueblo tak mempunjai alat² tjara untuk membébaskan diri daripadanja. Sekali pakai tak bisa lepas lagi, oléh karena itulah tenaga-sihir merupakan suatu kedjahatan dan antjaman.
Adalah samasekali tak mudah bagi kita, untuk melepaskan diri dari gambaran-dunia, jang telah kita bentuk sebagai perdjuangan antara jang baik dan jang djahat dan melihatnja dari sudut-tindjauan orang² Pueblo. Meréka tak bisa melihat dalam musim² ataupun dalam kehidupan manusia adanja suatu balapan antara hidup dan maut. Hidup selalu hadir, demikian pula maut selalu hadir pula. Maut bukanlah keingkaran hidup. Musim² menjatakan dirinja didepan kita, demikian pula kehidupan manusia Sikapnja tak mengadung „pasrah kepada nasib, atau hasrat untuk mendapatkan tenaga² jang lebih kuat, tetapi kesadaran akan kesatuan manusia dan alamsemesta.” Djikalau meréka berdoa kepada déwa²nja, maka katanja:
Kita akan mendjadi satu peribadi. Meréka berbitjara dengan meréka seperti dengan kenalan² baik:
Menguasai negeri Tuan
Menguasai rakjat Tuan
Tuan akan duduk tenang didepan kami.
Seperti anak² ber-hadap²an
Demikianlah kita seterusnja.
Anakku ¹)
Ibuku ¹)
Semoga
Bisa sesuai dengan kata²ku.
Meréka berbitjara tentang pertukaran nafas dengan déwa²nja.
Djauh sekali kesemua Pendjuru
Aku mempunjai laksana ajah²ku : padri² pemberi-hidup ²)
Jang kumintai nafas jang memberi-hidup,
Nafas meréka pemberi umur pandjang
Nafas meréka pemberi air
Nafas meréka pemberi bibit
Nafas meréka pemberi kekajaan
Nafas meréka pemberi kesuburan
Nafas meréka pemberi djiwa jang kuat
_____________
¹) Déwa disini ber-ganti² dianggap sebagai anak atau rebagai orang tua manusia.
²) Mahluk² adrikodrati, déwa².