Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/141

Halaman ini tervalidasi

142

POLA-POLA KEBUDAJAAN


dihinanja, jang tentu sadja akan berusaha untuk membunuhnja. Ia seorang jang patut membuat orang lain iri.

Perbedaan antara wabu² dalam bentuk ini dan jang dilakukan dalam Kula terletak dalam kenjataan, bahwa pertukaran itu disini terdjadi dalam kesatuan setempat. Permusuhan jang selalu terdjadi dalam hubungan² dalam kelompok ini, membuat dua pihak jang saling tukar menukar ber-hadap²an satu sama lain, tidak seperti pada Kula, dimana-dua orang kawan dalam dagang jang berlajar dalam satu kano saling rugi-merugikan, dan saling bermusuhan. Persamaannja ialah bahwa wabu² dalam kedua hal ini alhasil jang satu mendapat untung atas kerugian orang lain dalam suatu daérah jang sama.

Sikap jang telah kita bitjarkan, misalnja mengenai perkawinan magi, mengusahakan kebun dan pertukaran ékonomi, sangat djelas dan menjolok lagi dalam sikapnja terhadap maut. Dobu „me-lilit² terhadap maut seperti ditjambuki”, kata Dr. Fortune, dan dengan segera mentjari korban. Menurut dogma jang berlaku, korbannja orang jang paling dekat dengan jang mati itu, djadi suaminja atau isterinja. Meréka beranggapan, bahwa orang jang tidur ber-sama² dengan dia, nistjaja bertanggungdjawab atas penjakit jang mengakibatkan kematian. Suami (isteri) telah menjihirnja. Sebab, meskipun djuga wanita bisa mempunjai mantera: sihir pembangkit penjakit, namun orang² laki² berpendapat bahwa wanita² itu mempunjai suatu kesaktian jang chusus. Maut dan kesengsaraan dalam bahasa umum adalah disebabkan oléh meréka ini. Akan tetapi dukun peramal, jang dipanggil untuk menundjuk siapa pembunuhnja, tak dipengaruhi oleh pendapat umum ini, dan ia menuduh orang wanita atau orang laki², sama seringnja. Adat-istiadat ini mungkin hanja karaktéristis bagi pertentangan antara laki² dan perempuan dan bukannja sebagai betui² pertjobaan untuk membunuh. Bagaimanapun djuga, orang² laki² menganggap bahwa orang² wanita memiliki teknik istiméwa untuk mendjalankan perbuatan² rendah, jang, mengherankan sekali, banjak persamaannja dengan pikiran perempuan-sihir-terbang-dengan-sapu menurut tradisi Eropah. Perempuan²-sihir Dobu meletakkan tubuhnja disamping suaminja dan terbang diudara, untuk berbuat djahat — djika ada orang jang djatuh dari pohon atau ada kano jang terlepas dari ikatannja, maka ini perbuatan perempuan sihir jang terbang — atau untuk mentjabut njawa musuhnja, jang akan mendjadi lemah dan achirnja mati. Orang² laki² sangat takut terhadap kepandaian² dan ketjakapan² isterinja, bahkan sedemikian rupa, sehingga meréka di Trobiand sikapnja memundjukkan betapa besarnja kepertjajaan kepada dirinja sendiri, sikap mana tak pernah ada dirumah sendiri, hanja karena meréka menganggap, bahwa wanita² Trobiand tak memiliki