Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/189

Halaman ini tervalidasi

190

POLA-POLA KEBUDAJAAN

luk adikodrati jang berbitjara kepadanja dan memberinja kesaktian. Kemudian ia kembali kepada orang-tuanja, jang dibikinnja malu karena kebesarannja.

Dalam praktếk banjak terdjadi peristiwa2 bunuh diri. Ibu seorang perempuan, jang dipulangkan olếh suaminja karena berzinah, merasa dihina dan oleh karena itu menjekik dirinja sendirj. Seorang laki2 jang anak laki2nja tergelintjir dalam suatu tari2an pewedjangan, akan tetapi tak mampu membiajai suatu upatjara musim dingin untuk kedua kalinja, sangat gelisah dan putusasa, maka iapun menếmbak dirinja sendiri sampai mati.

Bahkan apabila orang jang merasa terhina itu tidak membunuh diri, maka kematiannja pun dianggap orang sebagai akibat suatu penghinaan. Seorang sjaman, jang dalam suatu tari2an penjembuhan diatasi olếh orang lain, pemimpin jang ternjata kalah pada pemetjahan tembaga atau seorang anak laki2 jang kalah dalam suatu permainan, merếka itu semuanja mati karena malu. Akan tetapi jang paling banjak minta korban djiwa ialah perkawinan2 jang dilakukan tidak semestinja. Dalam hal2 ini maka ajah mempelai laki2 adalah korban utama, karena penjerahan kekajaan2 dan hak2 chususnja dilakukan kepada mempelai laki2, dan olếh karena itu ajahnja menanggung rugi besar, apabila suatu perkawinan terdjadi tak sesuai peraturan2 jang berlaku .

Orang2 Kwakiutl mengenal tjerita meninggalnja seorang kepala tua dari salah suatu dếsa karena malu. Anak laki2nja jang bungsu bertahun2 berselang telah melarikan diri kesuatu teluk dengan anak perempuan budak2 jang terhormat. Hal ini tak begitu diributkan orang karena anak2 laki2 jang bungsu mếmang tak diakui dan termasuk golongan rendahan. Dari perkawinan ini lahir seorang anak perempuan tjantik jang ketika sudah mentjapai umur dếwasa, bertemu saudara laki2 tertua ajahnja, dan olếhnja, tanpa mengetahui keturunan perempuan itu, dikawininja. Merếka mendapat anak laki2, kepada siapa saudara-laki2 tertua itu menjerahkan nama kebangsawannja sendiri. Pada suatu hari saudara tertua jtu membawa keluarganja dan orang tua kerumah ajahnja, jaitu kepala suku jang sudah tua itu. Ketika kepala tua ini ingat kepada anaknja jang bungsu, ia merasa demikian terhinanja, sehingga ia mati katena malu : karena anak-laki2nja jang bangsawan dengan perkawinan itu menjerahkan namanja kepada keturunan ,,anak-perempuan anak-laki2nj jang bungsu itu jang hanja perempuan ketjil dan orang biasa". Saudara-laki2 bungsu itu sebaliknja merasa senang sekali, karena ia telah bisa mendjerumuskan kakaknja jang bangsawan itu dengan djalan mengawinkan anak-perempuan kepadanja dan dengan demikian memperoldh gelar bagi tjutjunja.