Halaman:Pola-Pola Kebudajaan.pdf/68

Halaman ini tervalidasi

BANGSA PUEBLO Di MEKSIKO BARU

69


sadja menari, akan tetapi iapun berchalwat sebelumnja menari, menanam tongkat²-doa dan mentjutjikan diri.

Dalam Pantheon-Zuni ada lebih dari seratus déwa² bertopéng dan banjak diantaranja ber-golong² dalam pasangant-tari jang beranggotakan tigapuluh atau empatpuluh déwa. Jang lainnja tampil dalam pasangan² jang terdiri dari enam déwa, jang dilukisi sesuai dengan enam arahangin, karena orang Zuni menghitung keatas dan kebawah seperti empat pendjuru kompas. Tiap² déwa mempunjai pakaiannja sendiri, topéngnja sendiri, kedudukannja sendiri dalam hierarki-déwa², mempunjai mythos²nja sendiri, jang mentjeriterakan perbuatan²nja dan mempunjai pula upatjara² chusus, jang memerlukan kehadirannja.

Tari²an Déwa² Bertopeng dipimpin dan dilaksanakan oleh suatu sjarikat suku, jang terdiri dari semua orang² laki² déwasa. Djuga wanita² bisa dilantik untuk „menolong djiwanja”, akan tetapi ini tak lazim. Mereka bukannja tak boléh masuk karena tahu, akan tetapi keanggotaan seorang wanita memanglah tak lazim; sekarang ini hanja ada tiga wanita mendjadi anggota. Sepandjang jang diketahui dari tradisi, rupa²nja tak pernah ada banjak wanita sekaligus mendjadi anggota. Sjarikat kaum laki² itu dibagi dalam enam kelompok, dimana setiap orang memiliki satu kiva atau ruangan-upatjara, Tiap² kiva mempunjai pedjabat²nja sendiri, tarian²nja dan anggota²nja sendiri.

Tergantung dari pilihan bapa-keupatjaraan si anak waktu lahir, sjarikat mana jang ia harus masuki, akan tetapi ia tak diwedjang sebelum umur lima sampai sembilan tahun. Dengan ini untuk pertama kalinja mentjapai status keupatjaraan. Menurut Dr. Bunzei perplontjoan atau pewadjangan ini tak berarti bahwa ia diberi peladjaran tentang rahasia² esoteris (rahasia jang dikenal hanja oleh anggota²): pewedjangan berarti bahwa timbullah ikatan dengan tenaga² adikodrati. Meréka oléh karenanja mendjadi kuat, dan katanja, mendjadi lebih bernilai „Kachina-jang menakutkan”, Déwa² Bertopéng jang suka menghukum, datang pada upatjara pewedjangan dan memukuli anak² dengan tjambuk²-yucca. Hal ini hanjalah merupakan sematjam pengusiran sétan, „untuk melenjapkan kedjadian² jang buruk” supaja hari² kemudiannja berdjalan lantjar. Di Zuni tjambuk tak pernah dipergunakan untuk menghukum anak². Mereka sangat heran ketika diberitahu bahwa orang² kulit-putih sebagai hukuman kadang² memukul anak²nja. Waktu dilangsungkan pewedjangan, dianggap biasa sadja, djikalau anak² itu mendjadi sangat takut, dan mereka tak malu, djikalau anak² itu menangis men-djerit². Ini bahkan membuat upatjara semangkin tinggi nilainja. Kemudian, sesuai dengan tradisi, apabila si anak lelaki berumur kira² empatbelas tahun dan tjukup tua untuk memikul tanggung djawab, ia mendapat pukulan ²lagi dengan tjambuk, dan sekarang dari Déwa²