Halaman:Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 108-109-PHPU.B-VII-2009.djvu/163

Halaman ini tervalidasi

163

  • Menindaklanjuti laporan adanya formulir C-1 tidak resmi, berikut hasil koordinasi dan klarifikasi:
  • Panwaslu Kota Tangerang berkoordinasi dengan Panwascam; selanjutnya Panwascam berkoordinasi dengan PPL; kemudian Petugas PPL mengambil formulir tersebut dari saksi TPS Pasangan SBY-Boediono.
  • Dalam proses klarifikasi dengan para pihak, saksi SBY-Boediono mengakui membawa formulir C-1 tidak resmi sebagai antisipasi seandainya tidak mendapat formulir C-1 resmi dari TPS.
  • Panwaslu memiliki formulir C-1 tidak resmi bukan dari penyerahan secara sukarela, melainkan karena formulir tersebut diminta oleh PPL.
    • Dari 33 formulir C-1 tidak resmi yang ditarik, sebagian kosong, sebagian telah diisi, sebagian ditandatangani saksi, dan sebagian ditandatangani saksi TPS.
  • Berdasar klarifikasi dengan 3 anggota Tim Pemenangan SBY-Boediono, satu di antaranya mengakui membuat formulir C-1 versi Pasangan SBY-Boediono.
  • Formulir C-1 tidak resmi tidak sempat dipergunakan.
  • KPU tidak mempergunakan formulir C-1 tidak resmi dalam proses penghitungan suara.
  • Tidak ada saksi Pasangan Calon yang mengajukan keberatan pada saat proses penghitungan.
  • Formulir C-1 tidak resmi ditarik oleh PPL, pada saat penghitungan suara saksi-saksi diberi formulir C-1 resmi oleh KPU.
    Keterangan Panwaslu Kota Jakarta Selatan
  • Menerima informasi bahwa sekitar 1.500 nama tidak masuk;
  • Di Kecamatan Penjaringan, menurut dugaan Tim Kampanye Mega-Prabowo, terdapat kelebihan surat suara.

    [2.8] Menimbang bahwa Mahkamah telah mendengar keterangan ahli yang dihadirkan oleh Mahkamah Konstitusi pada persidangan 7 Agustus 2009, yang menerangkan sebagai berikut:
    1. DR. H. Abdul Rasyid Sholeh, M.SI. (Dirjen Administrasi Kependudukan DEPDAGRI)
  • Pada tahun 1996 Departemen Dalam Negeri memperkenalkan suatu sistem yang disebut dengan Sistem Informasi Manajemen Kependudukan. Dalam perjalanan Nomor Induk Kependudukan dilandasi dengan suatu dasar hukum yang disebut dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 1A Tahun 1996