Halaman:RUU Penghapusan Kekerasan Seksual-20170201-043128-3029.pdf/42

Halaman ini telah diuji baca

ekonomi, sosial dan politik, ataupun mereka yang memiliki kebutuhan khusus, seperti orang dengan disabilitas dan anak.

Telah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur beberapa bentuk Kekerasan Seksual namun sangat terbatas bentuk dan lingkupnya. Namun payung hukum yang tersedia belum sepenuhnya mampu merespon fakta Kekerasan Seksual yang berkembang dimasyarakat. Pada umumnya sistem hukum lebih memberi fokus pada Penanganan dan penindakan pelaku. Dari studi tentang beragam pengalaman Korban ditemukan adanya para penegak hukum yang menyalahkan Korban, dan berpihak pada pelaku. Selain itu, keterlibatan masyarakat dirasa penting untuk mencegah Kekerasan Seksual, dan mencegah tindakan yang menyalahkan dan mengucilkan Korban dan keluarga dan mendukung adanya kondisi yang bebas dari Kekerasan Seksual. Oleh karena itu dibutuhkan adanya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang secara spesifik mengisi kesenjangan sistem hukum yang ada.

Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual bertujuan mencegah segala bentuk Kekerasan Seksual; menangani, melindungi dan memulihkan Korban; menindak pelaku; dan menjamin terlaksananya kewajiban negara, peran keluarga, partisipasi masyarakat, dan tanggung jawab Korporasi dalam mewujudkan lingkungan bebas Kekerasan Seksual.

Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual menekankan bahwa tujuan Pencegahan Kekerasan Seksual meliputi penyelenggaraan Pencegahan dalam bidang pendidikan, infrastruktur, pelayanan publik dan tata ruang, pemerintahan dan tata kelola kelembagaan, ekonomi, sosial dan budaya.

Undang-Undang ini merupakan hukum pidana khusus. Kekhususannya terlihat dalam penekanan hak-hak Korban yang segera dapat diakses oleh Korban ketika Korban Kekerasan Seksual diketahui oleh lembaga pengada layanan dan pemenuhan hak Korban diletakkan sebagaiman kewajiban Negara. Hak-hak ini dikerangkai dan terintegrasi ke dalam proses Penanganan, Perlindungan dan Pemulihan Korban yang multidisiplin, terkoordinasi dan berkelanjutan. Pemenuhan hak ini diselenggarakan dalam setiap tahapan peradilan pidana termasuk perlunya dilakukan koordinasi dalam penyelenggaraan Pemulihan bagi Korban.

Kekhususan Undang-Undang ini juga terlihat dalam upaya mengejawantahkan tujuan penindakan pelaku. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual merumuskan 9 (sembilan) jenis tindak pidana Kekerasan Seksual meliputi: pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual. Tindak pidana Kekerasan Seksual tersebut dirumuskan berdasarkan pengalaman Penanganan Korban Kekerasan Seksual yang berbeda-beda konteksnya, termasuk Korban anak, orang dengan disabilitas, Kekerasan Seksual yang terjadi di tempat kerja, di lingkup pendidikan dan dalam konteks budaya. Bentuk-bentuk yang diatur ini seringkali tidak bisa diajukan ke jalur hukum meski dampaknya sangat kuat dialami Korban, sehingga perlu pengaturan tersendiri dalam bentuk UndangUndang khusus.

Sementara ketentuan pidana meliputi jenis hukuman yang bertujuan untuk memutus impunitas pelaku, dan membangun cara pandang pelaku terhadap