Halaman:RerumNovarum.djvu/13

Halaman ini telah diuji baca

untuk Aku”(Mat 25:40).

22. Ajaran itu dapat dirangkum sebagai berikut: barangsiapa mengalami kemurahan hati Allah dan dianugerahi harta jasmani dan kekal atau harta rohani, memilikinya untuk tujuan ini: memanfaatkannya demi penyempurnaan dirinya, pun juga, selaku bendahari Penyelenggaraan ilahi, demi keuntungan sesama. ”Oleh karena itu hendaklah orang yang memiliki bakat, jangan menyembunyikannya. Hendaklah orang yang menikmati kelimpahan menjaga, jangan sampai ia kurang bermurah hati terhadap kaum miskin. Hendaklah orang yang terampil mengatur secara khas berusaha membagikan keterampilan itu beserta keuntungan-keuntungannya dengan sesama”[1].

Martabat Kemiskinan

23. Mengenai kaum miskin Gereja jelas sekali mengajarkan, bahwa bagi Allah kemiskinan itu bukan sesuatu yang tidak pantas, dan kewajiban bekerja untuk mencari nafkah bukan alasan untuk merasa malu. Kristus Tuhan kita meneguhkan ajaran itu dengan corak hidupNya, ketika demi keselamatan kita Dia ”yang kaya­raya menjadi miskin demi kita”(2 Kor 8:9). Ia memilih tampil dan dianggap sebagai anak tukang kayu, kendati Ia Putera Allah, dan Allah sejati; dan dengan penampilan­Nya itu Ia tidak berkeberatan melewatkan sebagian besar hidup­Nya sebagai tukang kayu. ”Bukankah Ia tukang kayu, anak Maria?” (Mark 6:3). Permenungan tentang teladan ilahi itu mempermudah pengertian, bahwa nilai dan keluhuran manusia terletak pada corak hidupnya, artinya: pada keutamaannya; keutamaan merupakan pusaka-warisan umum umat manusia, mudah tercapai oleh mereka yang berkedudukan tinggi maupun rendah, mereka yang kaya maupun yang miskin; ganjaran kebahagiaan kekal hanya diperoleh melalui tindakan­tindakan keutamaan dan pelayanan, entah siapa yang menjalankannya. Agaknya kehendak Allah sendiri memang mengutamakan orang-orang yang khususnya bernasib malang. Yesus Kristus secara tegas mewartakan, bahwa kaum miskin terberkati (”Berbahagialah mereka yang miskin di hadapan Allah”, Mat 5:3). Penuh kasih Ia mengundang siapa saja yang berjerih-­payah dan bersedih hati untuk datang kepada­Nya, sumber penghiburan (”Marilah kepada­Ku, semua yang

letih-lesu dan berbeban berat”, Mat 11:28). Dengan hati penuh cinta Ia merangkul orang-orang rendahan yang tertindas. Pengertian akan semuannya itu pasti akan meredam kesombongan kaum kaya dan mengangkat hati orang miskin yang penuh derita, mengubah yang pertama untuk bersikap bersaudara dan yang kedua untuk mengendalikan keinginan-keinginannya. Begitulah jurang pemisah yang mudah diciptakan oleh keangkuhan akan dipersempit, dan tidak akan sukar bagi kedua kelas, untuk dengan rela saling bersekutu dalam ikatan persahabatan.

  1. S. Gregorius Agung, Evang. Hom.(Homili tentang Injil) IX n.7 .