menunjuk kepada laki-laki, tidak menunjuk kepada kedua fihak secara adil. Keseksean laki-laki setiap waktu dapat merebut haknya dengan leluasa, – kendati masyarakat tak memudahkan perkawinan -, tetapi keseksean perempuan terpaksa tertutup, dan membakar dan menghanguskan kalbu. Perempuan banyak yang menjadi "terpelanting mizan" oleh karenanya, banyak yang menjadi putus asa oleh karenanya. Bunuh diri kadang-kadang menjadi ujungnya. Statistik Eropa menunjukkan, bahwa di kalangan kaum pemuda, antara umur 15 tahun dan 30 tahun, yakni waktu keseksean sedang sehebat-hebatnya mengamuk di kalbu manusia, lebih banyak perempuan yang bunuh diri, daripada kaum laki-laki. Jikalau diambil prosen dari semua pembunuhan diri, maka buat empat negeri di Eropa pada permulaan abad ke 20, statistik itu adalah begini:
Nama Negeri | Umur 15 – 20 tahun | Umur 21 – 30 tahun | ||
---|---|---|---|---|
Laki-laki | Perempuan | Laki-laki | Perempuan | |
Jerman | 5,3% | 10,7% | 16% | 20,2% |
Denemarken | 4,6% | 8,3% | 12,4% | 14,8% |
Swiss | 3,3% | 6,7% | 16,1% | 21% |
Perancis | 3,5% | 8,2% | 10,9% | 14% |
Ternyatalah, bahwa di semua negeri ini lebih banyak perempuan muda bunuh diri daripada laki-laki muda.
Sebabnya? Sebabnya tak sukar kita dapatkan. Keseksean yang terhalang, cinta yang tak sampai; kehamilan yang rahasia, itulah biasanya yang menjadi sebab.
Adakah keadaan di negeri kita berlainan? Di sini tidak ada statistik bunuh diri, tapi saya jaminkan kepada tuan: enam atau tujuh daripada sepuluh kali tuan membaca khabar seorang pemuda bunuh diri di surat-surat khabar, adalah dikerjakan oleh pemuda perempuan. Di dalam masyarakat sekarang, perempuan yang mau hidup menurut kodrat alam
19