Halaman:Sarinah.pdf/34

Halaman ini telah diuji baca

abad-abad yang kemudian pun, dan terutama sekali di zaman berkembangnya perpustakaan Tionghoa, maka kultur perpustakaan hampir semasekali di dalam tangannya "kaum lemah" itu ... Tidak kurang dari 10 Rajaputeri tercatat namanya di buku sejarah, (antaranya Rajaputeri Jinzo yang termasyhur, yang menaklukkan negeri Korea di abad yang ketiga), yang semuanya menjalankan rol yang penting di dalam sejarah. Di dalam buku-buku Tionghoa kuno, Nippon selalu disebutkan "negeri kaum perempuan" atau "negeri raja-raja puteri". Pada abad ke 10 dan ke 11 kaum perempuanlah yang membuat hukum-hukum negara; ahli-ahli sya’ir menamakan perempuan itu "semennya masyarakat". Di zaman-zaman kuno itu tak pernah perempuan Nippon menekukkan lututnya di muka laki-laki. Di zaman Heian, anak laki-laki dan anak perempuan mendapat warisan yang sama besarnya. Di dalam hukum-hukum negara Kamakura-shogun adalah ditetapkan, bahwa laki-laki yang meninggalkan isterinya, segala hak-hak miliknya jatuh kepada isterinya itu".

Dan bukan di Nippon saja Sarinah pernah berkuasa di dalam masyarakat. Di negeri-negeri lainpun, bangsa mana dan negeri manapun juga, – sejarah banyak mencatat nama-nama raja-raja puteri, nama-nama kepala-kepala pemerintah puteri, yang umumnya sangat baik pemerintahannya, begitu baik, sehingga misalnya Burbach berpendapat, bahwa sangat boleh jadi kaum perempuan itu lebih cakap buat urusan politik daripada kaum laki-laki.

Dulu! ... Tetapi sekarang bagaimana? Di Nippon yang dulu masyarakat mengasih kedudukan yang begitu tinggi kepada perempuan, kini kaum isteri menjadi sampah, pelayan laki-laki, budak laki-laki, yang tiada kekuasaan dan kemerdekaan sedikit juapun. Kini perempuan di Nippon itu, yang dulu begitu gagah dan sigap dan dinamis, menjadi satu makhluk yang tunduk, yang penurut, yang nerimo, yang taat di dalam segala hal baik dan buruk kepada kaum laki-laki. Siapa membaca tulisan-tulisan Van Kol, De Visser, O’Conroy, Lafcadio Hearn, dll, tentang ketundukan dan kenurutan isteri Nippon itu, ia niscaya terharu hatinya, ia niscaya sukar pula mengenang-ngenangkan di dalam ingatannya, bahwa ini

34