Halaman:Sejarah Kota Banjarmasin.pdf/93

Halaman ini telah diuji baca

83

Teater yang bersifat tradisional adalah: Mamanda, wayang gong, wayang kulit, damarwulan, kuda gepang, dan topeng. Teater mamanda umumnya mementaskan cerita dari syair Abdul Muluk karangan Saleha (saudara dari Raja Ali Haji). Itulah sebabnya mamanda juga dinamai Badamuluk. Selain itu juga cerita-cerita dari Seribu Satu Malam dapat dipentaskan melalui mamanda ini. Sedang wayang kulit selalu cerita dari Mahabrata dan Ramayana. Yang lainnya umumnya mementaskan cerita panji.

Teater modern yang dikenal sebagai perkumpulan sandiwara atau grup drama banyak muncul pada waktu akhir-akhir ini, lebih-lebih setelah terbentuknya Dewan Kesenian Daerah Kalimantan Selatan, perkembangan dari grup-grup yang ada itu makin terarah dan terbimbing12).

Sastra Banjar yang sangat mirip dengan sastra Melayu di Sumatera dan di Malaya sejak awal abad XX sudah mulai kehilangan pendukungnya. Yang dapat bertahan hanya beberapa jenis sastra lisan, misalnya madihin dan balamut. Madihin karena bentuknya agak bebas sehingga ada unsur kelincahan dalam perkembangannya sesuai dengan tuntutan zaman. Sedang balamut yang sangat terikat dengan alur cerita dan bahasa serta lagunya yang sangat tertentu itu sudah sangat terdesak. Yang telah tenggelam adalah andi-andi. Andi-andi ini merupakan salah satu sastra lisan Banjar yang isi ceritanya sangat mirip dengan cerita panji. Cerita ini dibawakan oleh penyairnya pada saat menuai padi di tengah sawah. Karena kegiatan gotong royong menuai padi seperti dahulu itu sejak beberapa waktu yang lewat sudah tidak dilaksanakan lagi maka baandi-andi juga mulai tidak dikenal lagi. Kesukaran lain juga karena cerita yang dikisahkan itu panjang sekali.

Cerita rakyat yang melukiskan pertarungan antara buruk dan baik, tentang alam semesta, tentang binatang, sampai sekarang belum pernah dibukukan. Yang pernah diusahakan untuk mengumpulkan cerita rakyat itu adalah cerita sekitar tokoh