Halaman:Seni Patung Batak dan Nias.pdf/103

Halaman ini tervalidasi
Patung-patung yang dibuat dari cabang kayu tenggolan (ka­yu besi) mulai dari pangkal diukir sampai kebawah digambar­kan lewat pahatan plastis tanpa proporsi anatomis. Patung induk pada pangkal tongkat diukir manusia sedang menung­gang hewan motif raksasa adalah buah intuisi jiwa pemahat­nya yang mengekspresikan seorang raja sedang menunggang kuda. Perbandingan kepala dengan bentuk tubuh yang ker­dil kelihatan agak lucu, namun kesan kewibawaan terasa pada pandangan matanya yang tajam kedepan. Pada bagian kepala yang polos kita dapati benjolan, fungsinya dipakai untuk pengikat ijuk atau bulu ayam jago, sebagai pengganti rambut, sewaktu tongkat itu dipakai pada upacara-upacara adat.
Agak kebawah kita melihat enam buah relif manusia meling­kar, menopang patung induk, melambangkan kecintaan rak­yat terhadap rajanya. Sikap patung diukir dalam posisi du­duk. Lebih kebawah terdapat dua buah patung bertolak be­lakang dipahat simetris posisi tangan digambarkan sedang memohon restu, dan kedua siku ditumpukan pada paha. Tipe dan tema yang sama pada patung ini terdapat pada ba­gian bawahnya.
Di sini pemahatnya menggambarkan kepribadian perwatakan yang membawa perasaan hormat. Ketangguhan mengolah dan pengaturan komposisi patung-patung mini yang terda­pat pada tongkat tunggal panaluan merupakan bukti betapa tinggi jangkauan ilmu ukir nenek moyang kita pada masa yang lalu. Selanjutnya mari kita menatap dekorasi peleng­kap ukiran ornament bercorak zoomorfis, secara berjenjang kebawah terdapat ekor anjing, ekor lipan, kepiting, bunglon, ekor kalajengking dan ekor kodok.
Dari seluruh hewan-hewan yang menyertai tongkat tunggal panaluan itu merupakan perlambang di samping penghargaan dibata i teroh (Tuhan di bawah) menurut konsep sirienek moyang kita zaman dahulu. Fungsi ideal, keseluruhan ukiran yang terdapat pada tongkat tunggal panaluan menurut keper­cayaan animis adalah sebagai pengusir roh-roh jahat (setan) lewat acara nguncang kuta, ngarkari, ngulak dan lain-lain.

94