Halaman:Seni Patung Batak dan Nias.pdf/109

Halaman ini tervalidasi
Bahan warna tersebut itu pada mulanya diperoleh dari bahan­-bahan alam yang diproses secara tradisional yang kemudian secara berjenjang diwariskan turun temurun.
Warna hitam dibuat dari bahan arang, sedang warna putih dibuat dari tulang atau kapur; warna merah dibuat dari bahan tanah dan tumbuh-tumbuhan ( kulit kayu ). Selain dari bahan itu untuk mem­peroleh warna merah menurut orang-orang tua yang banyak mengetahui tentang masa lampau, ada juga yang dibuat dari darah manusia (tawanan perang kerajaan), seperti halnya contoh patung raja Sida­butar di Tomok.
Pada saat belakangan ini bahan-bahan warna seperti di atas kini tidak dipergunakan lagi oleh para seniman pemahat Batak. Me­reka lebih banyak memakai cat-cat hasil buatan industri.
Fungsi warna selain sebagai pengawet dari istetis, juga tidak lepas dari aspek perlambangannya.
Oleh karena kebanyakan pandai ukir di daerah Batak mentamsilkan arti dan makna wama-wama itu antara lain:

warna hitam melambangkan kemagisan penuh misterius,

warna putih melambangkan kesucian hati,

warna merah melambangkan gagah, berani dan penuh semangat,

wama hijau melambangkan kesuburan, dan

warna kuning melambangkan keagungan.

Selain warna untuk mempoles patung agar kelihatan mengkilat dipakai minyak kemiri, sebagai hasil alam yang banyak terdapat di daerah Batak pada umumnya.


E.Peranan Seniman.
Seniman ukir (pemahat) oleh Masyarakat Batak digelar pandai, seperti pandai rumah, pandai emas, dan pandai ukir.
Karya-karyanya sangat dihargai, oleh karenanya setiap pandai kedudukannya setingkat dengan pengetua-pengetua adat. Ia sangat dihargai dengan kedudukannya sebagai pemberi warisan seni bagi keturunannya. la dianggap memiliki rahasia misterius, ia memiliki kemampuan ekspresi keindahan, kaya akan imaginasi yang kesemua­nya ini tidak dimiliki oleh sembarang orang. Oleh karenanyalah keahlian yang dimilikinya itu membuat dia disegani sama halnya dengan keseganan rakyat terhadap rajanya. Seorang pandai setiap

100