Halaman:Seni Patung Batak dan Nias.pdf/177

Halaman ini tervalidasi

Ilustrasi seni ukir arsitektural rumah adat tradisional di desa Bawo­ mataluo Kecamatan Teluk Dalam, (foto koleksi Burhan Piliang). Seperti pada gambar disebut naha nadu difungsikan : Kursi pertama, dibuat untuk tempat patung nenek moyang. Kursi kedua, dibuat untuk tempat patung si pemilik rumah.

Dari kedua buah kursi itu dibentuk dari batang pohon yang utuh lewat tatahan yang cukup cermat untuk memperoleh bentuk, sela­in difungsikan sebagai dinding, juga plastis relief yang dipahat kera­wangan dibuat sebagai simbol (perlambang) tahta kerajaan raja. Dua buah payung yang diterakan dibuat pula sebagai lambang pengayom agar raja selalu mendapat perlindungan serta rahmat dari leluhur­nya. Sepasang hiasan disebut dalam bahasa Nias masi-masi dipasang pada bagian kiri dan kanan kursi adalah simbol kasih sayang raja terhadap rakyatnya, sedang kotak (tempat perhiasan) diletakkan di atas kursi tanda raja sebagai pewaris dari raja-raja sesudahnya.

Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas jelaslah bahwa seni primitif yang meliputi seni patung, seni ukir arsitektural yang terdapat pada rumah adat tradisional, kedua-duanya terujud justru didorong oleh perasaan yang berhubungan dengan masalah kehidupan (ritual), disamping kemampuan teknis dan keterampilan senimannya dalam mengolah bentuk dengan menyesuaikan materi bahan sebagai sumber alam lingkungan untuk mencapai tujuan yang magis, religius.

Fungsi Patung Nias.

Secara umum pada beberapa contoh foto gambar tentang pa­tung Nias, makna yang terkandung di dalamnya lebih banyak dibu­at sebagai simbol pribadi raja (raja adat).

Patung-patung yang dimintai bantuannya didalam situasi kri­tis atau upacara-upacara penting seperti penolak bala, menyembuh­kan orang sakit, turun kesawan, dan menangkap ikan yang men­cakup masalah kehidupan tidak seberapa jika dibandingkan dengan patung-patung yang terdapat di daerah Batak. Sebagai contoh umpamanya upacara ersilihi (pengobatan tradisional) di daerah dima­na patung memegang peranan, hal yang serupa di daerah Nias tidak dijumpai lagi. Sebagai penggantinya dibuatlah ramuan-ramuan di­tambah dengan mantera-mantera agar ramuan obat itu mujarab (menyembuhkan).

168