Halaman:Seni Patung Batak dan Nias.pdf/39

Halaman ini tervalidasi

kan mereka berusaha sekeras mungkin untuk memenuhi kebu­tuhan hidupnya itu.

Demikianlah akhirnya mereka mulai tertarik pada kein­dahan. Perhiasan dan lain-lain sebagainya, mulai merasa dibu­tuhkan dalam hidupnya, di samping makanan. Para tukang ru­mah telah dapat menyesuaikan dengan kondisi daerahnya ba­han-bahan yang diperhitungkan bisa tahan untuk jangka be­berapa tahun. Hal yang lebih penting lagi mereka telah pula mengenal dunia lain melalui perdagangan antar daerah dan bangsa yang mengakibatkan terjadinya tukar-menukar kebuda­yaan, sehingga tercipta bangunan-bangunan baru dan peralatan lainnya yang lebih sempurna. Rasa keindahan kiranya melekat di hati mereka, awal yang merupakan dari lahirnya ragam hias yang sampai sekarang tersemat pada dinding rumah adat tradi­sional yang menyebar di daerah-daerah lain di pelosok tanah air.

Hal yang serupa juga banyak kita jumpai pada pekuburan lama yang sisa-sisanya masih dapat kita lihat sampai saat ini, selain hiasan juga kita temukan bentuk-bentuk patung yang me­rupakan penjelmaan bagi roh nenek moyang.

Lebih lanjut hal yang berkenaan dengan tingkat kehidupan masyarakat pada zaman prasejarah seperti yang penulis urai­kan di atas, Sarjana Austria yang kenamaan, Robert von Heine Geldem dari buku Bunga Rampai Sejarah Budaya Indonesia karangan Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto menjelaskan lebih terperinci lagi antara lain:
" ... Mereka menanam padi, memiliki alat pemotong padi dapat membuat minuman keras yang diambil dari beras atau djawawut, memelihara babi dan kerbau untuk keperluan per­sajian dan binatang-binatang lainnya, mereka dapat membuat benda-benda pecah belah dari tanah, membuat pakaian dari kayu,mendirikan rumah yang berbentuk persegi panjang yang ditempatkan diatas tiang, menjalankan pemotongan kepala musuh untuk keperluan keagamaan, mendirikan bangunan Megalithic yang dibuat dari bahan-bahan batu besar untuk

––––––––––––––––––––––––

5). Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto, Bunga Rampai Sejarah Budaya Indonesia, Pe­nerbit Djambatan, Jakarta, tahun 1964, hal. 2.

30