Halaman:Seni Patung Batak dan Nias.pdf/58

Halaman ini tervalidasi

Pada waktu itu terjadi bala kelaparan di negeri itu. Karena tidak tertahankan teriknya dan kerak tanah menutupi kubangan-kubangan dan rawa-rawa. Disebabkan kemarau yang berkepanjangan ini, maka kita raja-raja Bius (Kepala persatuan pemujaan roh-roh) menjadi risau. Maka ia pergi menjumpai Guru Hatiabulan dan mengatakan kepadanya: "Kiranya adalah bijaksana bila kita mencari sebabnya dan mengajak kepada Debata Dewa yang adil mengapa musim kemarau dan bala kelaparan ini berkepanjangan begitu lama. Keadaan serupa ini belum pernah terjadi. Lalu raja Bius mengatakan: "Semua orang heran mengapa istrimu itu begitu lama hamil. Para bidan menerangkan bahwa kehamilan itu telah terlalu lama". Karena perkataan-perkataan ini maka timbul pertengkaran akan tetapi tidak ada yang cedera atau mati.

Dalam pada itu perempuan itu melahirkan anak kembar, seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan (Toba = marpohas). Seketika itu juga sesudah anak-anak itu lahir terus-terusan turun hujan lebat. Semua tanam-tanaman di ladang dan di hutan bertumbuhan dan alam nampak segar dan hijau kembali.

Lalu Guru Hatiabulan memotong seekor lembu menenteramkan/mendamaikan kekuasaan-kekuasaan jahat itu. la mengundang semua pengetua-pengetua dan kepala-kepala kepada perjamuan itu dimana nama anak-anak itu akan diumumkan. Putra itu diberi nama Si Aji Donda Hatahutan dan putri itu Si Boru Tapina Uasan. Habis pesta itu menasihatkan supaya anak-anak itu jangan kiranya bersama-sama diasuh. Yang satu kiranya dibawa kebarat yang lain ketimur sebab kelahiran kembar, istimewa yang berlainan jenis adalah satu masalah yang sangat tidak baik menurut faham tua. Tetapi Guru Hatiabulan tidak mengindahkan nasihat arif bijaksana dari pengetua-pengetua dan kepala-kepala itu. Lama berlamaan, akan tetapi maka terbuktilah bahwa orang-orang arif bijaksana benar adanya. Guru Hatiabulan mendirikan gubug kecil di gunung suci Pusut Buhit kemana dia membawa anak-anaknya itu.
Seekor anjing harus menjaga mereka dan setiap Guru Hatiabulan membawa makanan mereka. Setelah anak-anak itu menjadi dewasa maka putri/gadis itu ketika berjalan-jalan kebetulan melihat sebuah pohon bernama piu-piu tanggule atau hau todatoda yang batangnya penuh dengan duri-duri panjang. Pohon itu mempunyai buah yang mulai masak dan manis Si Boru Tapina Uasan kepingin makan buah-

49