104
TJILIK-ROMAN'S
deng sama si gadis, hingga ampir poendak beradoe poendak.
Ang Hwa seperti mendadak kena stroom listrik. Sakoedjoer badannja merasa tergeter, moekanja merah, tapi ia tida ingin berkiser dari dampingnja itoe pamoeda.
„Hwa, akoe sering pikirken kaoe poenja nasib. Kaoe soedah berdiam di sini doea boelan, tapi rasanja seperti baroe doea hari. Begitoe seneng kita berkoempoel, aken tetapi ini tida boleh begini teroes!”
Ang Hwa terkedjoet dan memandang dengen sorot matanja jang haloes pada itoe djedjaka seperti ia hendak menemboesken hatinja Kong Liang.
Kong Liang berkata dengen soeara goemeter: „Kaoe djangan salah mengarti, Akoe tida maoe oesir kaoe kaloear dari ini roemah, tjoema akoe ingin kaoe bisa tetep di sini dengen tjara jang sah . . . . . . .!”
Maskipoen Ang Hwa ada saorang gadis jang belon mengarti oeroesan perkawinan, ia bisa menebak kamana maoenja Kong Liang.
„Akoe dengen kaoe ada berlaenan kaoem,” meneroesken Kong Liang, „akoe orang moeda, kaoe malah terlaloe moeda dan dipandangan doenia sopan koerang pantes, kaloe . . . . . . .”
„Ah, pandang saja sebagi engko poenja boedjang sadja! Saja merasa bertrima kasih atas engko poenja perlindoengan dan lantaran saja ada gadis miskin, saja tida taoe tjara bagimana bales boedi itoe, katjoeali mendjadi boedjang engko . . . . . . .”
„Oh, kaoe djangan berkata begitoe, Hwa! Lama . . . . . . .ja, soedah lama akoe menaroh tjinta pada kaoe, tapi . . . . . . . akoe tida brani sabelonnja kaoe sendiri menjataken soeka mendjadi istrikoe . . . . . . .!”
„Saja? Saja mendjadi istri engko? Ah, saja tida boleh mengimpi engko! Saja saorang hina jang lelakonnja gelap. Bagimana saja boleh mendjadi engko