34
TJILIK-ROMAN’S
boeroeh-boeroehnja, tapi sadjek Hing Nio ilang, ia djadi sabar, malahan dengen tida ada alesan ia bagi-bagiken persen pada boeroehnja, sampe boeroeh-boeroeh itoe merasa heran.
Njonja Inten masih tetep bersobat sama kartoe dan belon perna menjataken menjesel.
Baron Han jang terlaloe pikirin anaknja achirnja djato sakit.
Penjakit ini makin hari makin berat dan dalem mengotje ia sering menjeboet namanja Hing Nio.
Ban Lok jang merasa kasian pada iparnja itoe laloe soeroe anaknja, Elly, mendjaga Baron Han.
Baron Han sering kasamaran dan panggil Elly dengen djoeloekan Hing Nio. Elly jang mengarti hal ini, dengen segala seneng hati mewakilin soedara misannja.
„Hing...... Hing......” berkata Baron Han pada soeatoe hari, „Papa tida bisa lama idoep di doenia ini......!”
„Oh, djangan kata begitoe, Pa! Hing toch soedah kombali, boekan?" menjaoet Elly dengen manis.
Baron Han memandeng dengen sorot mata goerem pada Elly dan sakoenjoeng-koenjoeng ia berbangkit dari pembaringannja dan bertreak: „Kaoe ini siapa? Akoe tida kenal padamoe. Kaoe boekan Hing Nio, anakkoe. Lemah-lemboetnja sama...... tapi soearanja laen!”
„Ah, Papa keliroe,” mendjoesta Elly teroes. „Oh, menjesel jang Papa tida kenalin anaknja sendiri. Tjoba peganglah ini tangan!”
Ia sodorken tangannja jang dieloes-eloes oleh Baron Han dan achirnja si sakit berkata: „Ha...... ha...... betoel, kaoe ada Hing jang koetjinta!!”
Ternjata sadjek ditinggal oleh Hing Nio, Baron Han soedah koerang beres ingetannja. Oentoeng Elly merawat dengen terlaten pada si sakit.