Halaman:Si Umbuik Mudo.pdf/58

Halaman ini belum diuji baca

“Katanya si Umbuik Mudo, siang tak jadi angan-angan, malam tak jadi impian, sungguhpun elok Tuan Umbuik, Denai tahu di eloknya, elok karena kain dipinjam, sungguhpun besar tuan Umbuik Mudo, denai telah tahu di besarnya, besar karena terbawa ruas, sungguhpun kaya tuan Umbuik Mudo, denai tlah tahu di kayanya, kaya karena emas bawaan bapaknya, untuk gelang kaki denai takkan sampai. Tentang tuan Umbuik Mudo, usah disebut dua kali, sedangkan yang sekali ini, jika tersentuh Denai empelas, jika tersinggung denai kiraikan, jika terbawa denai kembalikan, tidak usah diulang lagi, berdiri bulu remangku!” begitulah kata Puti Galang Banyak yang sebenarnya.” Begitu mendengar penuturan itu, terbit amarah si Umbuik Mudo, marah yang bukan alang-alang, marah yang bukan ulah-ulah, marah sambil menghempas-hempaskan tangan, marah sambil menghempas-hempaskan badan, disabarkan tidak tersabarkan, dibujuk tidak terbujuk, hilanglah akal amainya, lalu berkata amai si Umbuik, “Itu jua yang denai kirakan, itu jua yang denai bayangkan, kalau mengatakan semuanya, kalau mengabarkan pada anak, telah terpikir oleh Amai, pasti terjadi yang begini.” Sesaat dia menangis, sesaat dia melamun, akan hal si Umbuik Mudo, teringat dia akan sesuatu, dengan perlahan dia berkata, “Duhai Amai kata Denai, kalau Amai iba di Denai, kalau Amai sayang di denai, pergilah Amai denai seraya, tidaklah malu semalu ini, kalau malu akan terbangkit, kalau malu bisa dihapus, carikan denai perupuk hanyut, yakni ke lubuk mata kucing, sakti yang tidak terlalu sakti, jernih yang tidak terlalu jernih, tempat si udang di dalamnya, dalam yang tidak terlalu dalam, setangkup benang dan kaus, di putaran yang mengiang, di serangkak yang berdengkang, yang dibelit naga sakti, yang dibelit ular berbisa, yang dijunjung ikan besar. Perupuk itu yang Amai cari, perupuk itu yang Amai ambil, kalau tak dapat perupuk itu, tidaklah kasih Amai ke denai, tidaklah 47