Halaman:Si Umbut Muda.pdf/39

Halaman ini tervalidasi

'Lah sudah ia menangis — berdjalan ibu si Umbut — berdjalan tertegun-tegun — berdjalan terentak-entak; bumi dipidjak rasa gempur — langit dipandang rasa terban. 'Lah serentang ia berdjalan — 'lah dua rentang ia berdjalan — dekat semakin 'kan hampir — hampir dekat 'kan tiba: 'lah tiba ia disana — ialah di Lubuk Mata Kutjing. Serta sampai ia kesana — mendebak hudjan nan lebat — berdentung bunji petus tunggal; 'lah tiba sidolak-dolai[1] — gumambik[2] tanah dipidjakkan; 'lah kelam tentangan lubuk — kilat sudah belapi-api. Lalu menjeru ibu si Umbut — dibakar kemenjan putih — asap mendjulang keatas langit — harum setahun pelajaran. Dibatja ibu si Umbut: „Ja Allah Rasulu'llah — ja Tuhanku djundjungan hamba! perlakukan apalah kehendak hamba — beri apalah pinta hamba — hanjutlah kiranja talang perupuk!”

Pintanja akan berlaku — Allah akan menolong — serta sudah kemenjan dibakar — teduh sekali hudjan lebat — berhenti kilat dengan petus — sudah tenang angin nan deras — 'lah terang tentangan lubuk. Tampak talang perupuk hanjut — sedang didjundjung ikan gedang — sedang dipalut naga sakti — sedang dililit-lilit ular — sedang didjaga kala bisa; sudah dipesong-pesong air — 'lah dilamun-lamun ombak — djauh jang tak djauh amat — dipandang sajup-sajup sampai — djika sikait tidak dapat —djika didjemba kelampauan; kadang-kadang ia menepi — kadang-kadang ia ketengah — bagaikan hampir ia djauh — baru djauh iapun hampir — sudah hilang-hilang timbul — telah nampak-nampak apung.


  1. Angin puput baju.
  2. Bergojang-gojang.

40