Halaman:Si Umbut Muda.pdf/48

Halaman ini tervalidasi

Sedang sahabat ada menggila,
apa lagi main belum djadi,
ada terkenang-kenang djua.

Dengarkan sebuah lagi:

Anak selimang selempada,
kurang esa tiga puluh.
Djangan suka dirintang mata,
karena mata binasa tubuh.

Aur ditanam, betung tumbuh,
buluh diparak si Gumanti.
Asal hati sama sungguh,
kering lautan kita nanti!”

'Lah lama berpantun-pantun — 'lah puas bertutur-tutur — 'lah penat berunding-runding — datang pikiran pada si Gelang — terkenang hendak pergi pulang; hati'lah berdebar-debar — darah'lah menampi-nampi: „Bapak djika menjebut-njebut — ibu djika bertanja-tanja — apalah kata bapa dan ibu — selama ini hamba keair!” lalu berlari hendak pulang. Sedangkan ia berdjalan — dua rentang ia berlari — tertegak pula kembali — tertegun si Gelang Banjak. Nampak oleh si Umbut Muda — si Gelang berhenti pula — ia tidak djadi pulang — bertanja si Umbut Muda: „Apa sebab adik tertegun — apa sebab adik berhenti — mengapa belum pulang djua? Apa gerangan nan terkenang — apa djuga nan ditegunkan — apa nan gaduh dalam hati?”

Mendjawab si Gelang Banjak: „Bukan sedikit hamba rusuhkan — bukan sedikit hamba risaukan — ada sebuah nan hamba takutkan — ada sebuah nan hamba

Tjerita Si Umbut Muda 4

49