Halaman:Sistem Kesatuan Hidup Setempat Daerah Bali.pdf/143

Halaman ini tervalidasi

kan pada waktunya. Misalnya upacara ketika bayi lahir, kepus pungsed (putus puser), bulan pitung dina (upacara 42 hari), sambutan (upacara 105 hari atau tiga bulan), otonan (upacara 210 hari), dan seterusnya. Semua upacara-upacara tersebut secara berurutan harus dilakukan pada waktunya, walaupun kecil atau sederhana saja sifatnya (madya atau nista), dan tidak harus besar-besaran (utama). Bagi mereka atau warga komunitas yang bertempat tinggal di lingkungan masyarakat yang menganggap sistem upacara adalah sistem agama itu sendiri, tidak akan dapat menghindar dari tuntutan masyarakat dan lingkungan untuk melaksanakan upacara tersebut. Pada keadaan di mana karena suatu sebab mereka tidak dapat melaksanakan upacara itu, maka muncullah keadaan yang mulai tidak enak di lingkungan mereka sendiri. Yaitu masyarakat seakan menuntut dilaksanakannya upacara tersebut, karena akan selalu menghubungkan keadaan si anak dengan upacara yang belum pernah dilaksanakan. Seperti anak cerewet, suka nangis, sering sakit dan sebagainya selalu dihubungkan dengan sistem upacara yang tidak/belum dilaksanakan buat si anak.

Selain upacara daur hidup buat manusianya, dari bayi sampai dewasa; maka yang sering merupakan tuntutan masyarakat dan lingkungan adalah dilaksanakannya upacara yang berhubungan dengan lingkungan, dengan makhluk halus, atau upacara untuk leluhur dan dewa-dewa. Demikian misalnya upacara mecaru (pembersihan), yang harus dilakukan apabila mulai menempati tempat yang baru, atau upacara ngaben dan memukur (upacara yang berhubungan dengan leluhur), yang harus dilakukan apabila terasa ada kemampuan untuk melaksanakannya. Dan upacara Odalan (upacara kuil keluarga) harus dilakukan apabila memang mampu untuk melaksanakan. Semuanya itu menjadi tuntutan masyarakat untuk dapat dilaksanakan apabila warga menyatakan bahwa lingkungan masyarakatnya adalah lingkungan masyarakat yang beragama.

Bagaimanapun keadaannya, bagi masyarakat Bali yang menganut agama Hindu, tata cara upacara agama sebagai bagian dari hidup keagamaan mereka berusaha mereka lakukan. Kadang-kadang semua itu dilakukan bukan karena kesadaran atau pengertian terhadap ajaran agamanya sendiri, tetapi kadang-kadang terdorong oleh rasa malu yang dituntut oleh masyarakat untuk bisa dilakukannya. Dan pengembangan rasa malu ini ternyata merupakan salah satu cara yang mempunyai pengaruh yang besar dalam kebidupan bermasyarakat sebagai pengendalian sosial. Karena rasa malu menyebabkan seseorang berusaha untuk dapat bertindak dan berbuat sesuai dengan apa yang dituntut oleh masyarakat dan lingkungan yang ada. Dan cara ini ternyata mempunyai efektivitas

133