Membalas adik Saidi, "Kakakku Siti Baheram, kakak kandung di badan diri, saya ada di atas rumah, segeralah Kakak naik."
Sambil berkata lari ke dalam, dibentangkan tikar pandan, tikar pandan putih bersih, dipanggil mandeh kandung, mandeh keluar dari dalam, melawan duduk Siti Baheram.
Sambil duduk sirih terletak, oleh adik Saidi nan elok bahasa, disorong sirih dicerana, berkatalah mandeh Saidi, "Anak Kandung Siti Baheram, dari jauh anak anak datang, ada sehat saja si Upik, kenapa tidak dibawa kemari, mandeh kangen dengan cucu, rasa terbayang di ruang mata.”
Menjawab Siti Baheram, "Kalau si Upik nan Mandeh tanyakan, ia sedang tidur waktu ditinggalkan, kasihan kalau dibangunkan, rasa akan menangis saja, kalau badannya berkat doa dari mandeh, Insya Allah ada sehat-sehat saja, tidak kurang satu pun."
Mendengar perkataan menantu, senang hati ibunya Saidi, menyambung pula Siti Baheram, "Kenapa saya ke sini, besar maksud dalam hati, hendak bertanya kepada mandeh, tentang bapak si Upik, sudah sepuluh hari, ia tidak pulang, entah kepala sedang pusing, hati tidak tenang."
Mendengar perkataan menantunya, menjawab ibunya Saidi, kelihatan dari muka, "Anak Kandung Siti Baheram, kalau Saiditidak ada ia datang, mungkin ke Bukit atau ke Padang, jalannya tidak menentu, maklumlah jalan orang berdagang, tidak negeri nan jauh, dimana rezekinan ada, ia sampai pula ke situ."
Sedangkan oleh mandeh Saidi, teringat tingkah laku anak, ada benarnya perkataan orang, "Seperti kerbau dilepaskan ke padang, dimana ada rumput nan muda, langsung makan di situsaja, tidak pandai beristri dua, sebaik ini si Baheram," katanya di dalam hati.
47