Halaman:Siti Kalasun.pdf/38

Halaman ini telah diuji baca

orang, kalau untung diridoi Allah, dapat rezeki di rantau orang, tertebus gadaian nan lama, terbangkit batang terbenam, tolong Mande doakan, selamat saja diperjalanan.”

Mendengar kata demikian, sedih hati Siti Saudah, air mata berh satu linang-linang, jatuh satu jatuh dua, basah pipi nan cekung, anak berjalan belum terbiasa, lalu berkata masa itu,

“Manalah Anak Kandungku, seelok ini Anak di rumah, apa sebab Anak berjalan, kalau Anak tinggal di kampung, sawah dan ladang tertolong, kini anak pergi merantau, badan mandeh sudah tua, sakit siapa nan akan mengobati.”

Menjawab Sutan Sari Alam, “Mengenai kata Mandeh, usah Mandeh rusuhkan benar, saya tidak akan lama, cepat saya berbalik pulang, lepas oleh Mandeh dengan hati senang, selamat saja pulang pergi.”

Berkata pula mande si Saba, “Kapan Anak akan berjalan, rantau mana nan ditempuh, sama siapa Anak berangkat?”

Menjawab Sutan Sari Alam, “Kalau tidak ada halangan, hari Senin saya berjalan, berjalan ke tanah Medan, saya berjalan sendiri saja, tidak ada kawan seperjalanan.”

Berkata pula mandehnya, “Sungguhpun nan demikian, elok anak di rumah berdagang, rezeki tidak dapat kita kejar, tidak harta dengan bagian.”

Mendengar kata mande kandung, diam saja Sari Alam, “Beri maaf saya di Mandeh, hati saya sudah tetap mau berjalan, mohon rela dengan doa Mandeh.”

Akan halnya mandeh Saudah, melihat keras hati anaknya, hilang akan jadinya, tidak ada nan bisa disebut.

 Dipatah tidak terpatah
 Bagai mematah batang sampir

27