Halaman:Sultan Hasanudin menentang VOC.pdf/125

Halaman ini tervalidasi

di bawah pimpinan Dirck de Vries. Kepala kantor dagang Belanda (V.O.C.) Abraham Sterck yang sementara itu menggantikan Samuel Denis naik ke kapal dan berkeluh-kesah. Ia mengadu kepada kapten kapal itu dan kepada Dewan Kapal tentang tingkah-laku serta gangguan orang-orang Sepanyol dan orang-orang Portugis terhadap dirinya. Kerajaan Gowa tidak mau mengambil tindakan apa-apa terhadap musuh-musuh Belanda (V.O.C.) itu. Maka akhirnya diputuskan untuk segera menutup kantor dagang V.O.C. di Sombaopu.

Kemudian Abraham Sterck dan kapten kapal Dirck de Vries mempergunakan akal yang licik lagi curang. Mereka mengundang sejumlah orang bangsawan dan pembesar kerajaan Gowa untuk naik ke atas kapal Enkhuysen. Setelah para bangsawan dan pembesar kerajaan Gowa naik ke atas kapal, maka orang-orang Belanda menuntut agar orang-orang Makasar itu menyerahkan kerisnya dan mereka akan dijadikan tawanan. Tentu saja orang-orang Makasar itu tidak mau. Maka terjadilah perkelahian yang seru. Di kedua belah pihak jatuh korban. Karena sifatnya sangat mendadak dan jumlah orang-orang Belanda lebih banyak, maka akhirnya orang-orang Makasar dapat dikalahkan. Dua orang Makasar, seorang di antaranya masih keluarga Raja Gowa, ditawan dan dibawa sebagai sandera. Kecurangan orang-orang Belanda ini tentu saja menimbulkan kemarahan dan kebencian orang-orang Makasar terhadap orang-orang Belanda dan V.O.C. Peristiwa di kapal Enkhuysen ini tidak mudah dilupakan oleh orang-orang Makasar.
Kemudian orang-orang Belanda (V.O.C.) melarang dengan keras orang-orang Makasar untuk melakukan perdagangan di kepulauan Maluku. Terhadap larangan orang-orang Belanda (V.O.C.) ini Raja Gowa dengan tegas menjawab: "Tuhan menciptakan bumi dan lautan. Bumi untuk dibagi di antara manusia dan lautan untuk dimiliki bersama. Tak pernah ada terdengar orang dilarang berdagang dan berlayar. Yang melarang hal itu merenggut nafkah orang."
Kemudian J.P. Coen melepaskan kedua orang sanderanya dengan harapan agar hubungan dengan kerajaan Gowa dapat diadakan lagi. Akan tetapi harapan J.P. Coen itu sia-sia belaka. Orang-orang Makasar sudah terlanjur mendendam atas kecurangan orang-orang Belanda. Orang-orang Makasar tidak mudah melupakan

111