Halaman:Sultan Hasanudin menentang VOC.pdf/146

Halaman ini tervalidasi

dan Caspar Buytendijk bersama 24 (dua puluh empat) orang anak buahnya tewas. Dalam ”Buku Harian Raja-Raja Gowa dan Tallo” (”Het dagboek der Vorsten van Gowa en Tallo”) tentang peristiwa ini dapat kita baca sebagai berikut: ”Pada tanggal 23 Oktober 1655 Karaeng Popo bertemu dengan orang-orang Belanda di perairan di dekat Bonto-Cowe. Ditenggelamkannya kapal orang-orang Belanda itu”.

Setelah melihat dan mengalami kenyataan bahwa permusuhan dan peperangan mereka melawan kerajaan Gowa di Indonesia bagian timur menelan biaya yang sangat besar dan perdagangan mereka mengalami kerugian yang tidak sedikit, maka Belanda (V.O.C.) terpaksa harus merubah siasat dan kebijaksanaannya. Jikalau gertakan dan kekerasan mereka tidak berhasil, maka mereka merobah siasat. Gertakan dan kekerasan diganti dengan siasat diplomasi, berunding dengan sikap yang manis. Diplomasi ini sering diiringi pemberian hadiah-hadiah untuk para pembesar, janji-janji yang muluk dan rayuan yang menggoncangkan iman.

Jadi peperangan melawan kerajaan Gowa yang menelan biaya yang sangat besar jumlahnya serta kerugian yang dideritanya dalam perdagangannya akibat peperangan itu adalah dua faktor penyebab mengapa Belanda (V.O.C.) berusaha keras mengadakan hubungan perdamaian dengan kerajaan Gowa. Kemudian Belanda (V.O.C.) berusaha lagi mendekati dan menghubungi kerajaan Gowa. Pada tanggal 23 Oktober 1655 para pembesar V.O.C. di Batavia memutuskan untuk berusaha mengadakan perjanjian perdamaian dengan kerajaan Gowa. Mereka (Belanda) menunjuk Willem van der Beeck yang dibantu oleh seorang bangsa Armenia yang bernama Khoja Suleiman sebagai utusan V.O.C. ke Sombaopu. Van der Beeck adalah seorang anggota Dewan Hindia (Raad van Indie). Beliau menjabat sebagai Mayoor kota Batavia. Sampai tahun 1654 beliau menjabat Gubernur Ambon. Jadi beliau mengerti betul keadaan dan faham soal hubungan V.O.C. dan kerajaan Gowa. Kedua orang ini diutus oleh Gubernur Jenderal Joan Maetsuycker (1653-1678).


132